Kerajinan Tangan Identitas Masyarakat Adat

Image title
Oleh Melati Kristina Andriarsi - Tim Riset dan Publikasi
1 Februari 2021, 14:25
Kegiatan menenun pengrajin Baduy Craft
dok. Baduy Craft
Kegiatan menenun pengrajin Baduy Craft

Umumnya kerajinan anyaman khas masyarakat adat Dayak berbahan dasar rotan dan pandan duri. Dari rotan dan pandan duri kemudian dikembangkan jadi peralatan rumah tangga, perhiasan, alat pendukung pertanian, hingga alat yang biasa digunakan nelayan seperti penangkap ikan, wadah ikan, dan wadah hasil panen.

Komunitas adat Haringen di Barito Timur, Kalimantan Tengah juga menganyam. Produk anyaman berfungsi dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti tikar dan lanjung atau bakul dari rotan. Selain itu, produk anyaman juga digunakan dalam berbaga acara pernikahan maupun pemakaman di Haringen. Untuk memenuhi permintaan konsumen, kini para pengrajin anyaman di Haringen turut memproduksi tas, topi, dan produk lainnya.

Anyaman khas masyarakat adat Haringen memiliki keunikan pada motifnya. Setiap motif anyaman berhubungan erat dengan leluhur, spiritualitas, serta filosofi alam sekitar. Di antaranya, motif matakuna dengan filosofi agar masyarakat adat selalu memandang jauh ke depan tentang baik buruknya tindakan yang dilakukan. Motif lainnya, tangkaimunau atau motif buah – buahan yang keberadaannya di zaman dahulu berlimpah dan sempat menghidupi warga Haringen.

Kegiatan menganyam perempuan adat Haringen
Kegiatan menganyam perempuan adat Haringen (dok. Gerai Nusantara AMAN)

Semenjak adanya ekspansi masif perkebunan sawit hingga pertambangan batu bara pada tahun 1990an di Kalimantan Tengah, kawasan hutan termasuk di wilayah adat beralih fungsi. Dilansir dari Mongabay, sepanjang tahun 1999 hingga 2009 luasan perkebunan bertambah sekitar 13 persen per tahun. Selain menimbulkan kerusakan lingkungan, adanya pertambangan maupun perkebunan sawit di wilayah adat juga mempengaruhi kehidupan dan tradisi masyarakat adat yang terdampak.

Lilis, salah satu pengrajin di Barito Timur bercerita bahwa di daerahnya, Haringen, mulai kekurangan sumber bahan baku anyaman sejak adanya perkebunan sawit maupun pertambangan. “Rotan yang dulu siap panen sekarang lahannya jadi habis karena ada perkebunan sawit, sehingga kami harus membeli bahan baku dari luar untuk mencukupi produksi anyaman,” ujar Lilis.

Selain itu, Lilis juga pernah menghadapi kendala pemasaran produk anyaman sehingga banyak produk anyaman menumpuk dan tak terjual, mengakibatkan masyarakat adat enggan memproduksi anyaman dalam jumlah besar.

Hal tersebut disebabkan belum adanya jangkauan pemasaran yang luas sehingga para pengrajin hanya menjual produk anyaman di sekitar wilayah adat saja. Namun, setelah bergabung dengan Gerai Nusantara, bagian dari Koperasi AMAN Mandiri, produk anyaman mereka kini dapat dipasarkan di berbagai pameran kebudayaan Tanah Air.

“Sebelum ikut Gerai Nusantara, produk kami belum dikenal. Sekarang setelah bergabung di Gerai Nusantara, anyaman Haringen mulai dikenal masyarakat diluar wilayah adat kami,” ungkap Lilis.

Meski menghadapi berbagai kendala, Lilis tak pernah menyerah dalam memperjuangkan tradisi menganyam di Haringen. Guna melestarikan tradisi ini, ia memberikan pelajaran menganyam di berbagai sekolah sekitar wilayah adat Haringen agar kelak menganyam dapat diteruskan oleh generasi muda.

Tak hanya itu, Lilis juga berharap bahwa upayanya mempertahankan tradisi menganyam bisa menyadarkan masyarakat adat akan tata kelola wilayahnya. “Tradisi ini diharapkan bisa memulihkan ingatan mengenai potensi anyaman sehingga mengubah pola pikir masyarakat adat yang tergiur beralih pekerjaan untuk mengelola wilayahnya,” ujar Lilis.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...