Pemerintah Diminta Perpanjang Kontrak 8 Perusahaan Batu Bara Besar

Image title
26 Juni 2019, 16:49
pemerintah diminta proses perpanjangan kontrak 8 perusahaan batu bara. Perpanjangan terganjal rpp minerba dan ruu minerba.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Aktivitas di tambang Batu bara legal di Desa Jahab, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (17/1/2019).

Namun, Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi mengatakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang habis kontrak harus menjadi Wilayah Pencandangan Negara (WPN) terlebih dahulu. Wilayah tersebut baru bisa dilelang bila mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan BUMN mendapatkan prioritas untuk mengelola wilayah tambang yang telah habis masa kontraknya tersebut. Bila BUMD atau BUMD tidak ingin mengelolanya maka baru bisa diberikan kepada swasta. "Sumber Daya Alam harus dikelola BUMN itu amanat konstitusi," ujarnya.

Terdapat delapan perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi I yang sudah dan akan habis kontrak, yaitu Tanito Harum (14 Januari 2019), PT Arutmin Indonesia (1 November 2020), PT Kendilo Coal (13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (31 Desember 2021), PT Multi Harapan Utama (1 April 2022), PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), dan PT Berau Coal (26 April 2025).

Selain soal prioritas pengelolaan wilayah tambang oleh BUMN, Menteri Rini meminta adanya penegasan dalam RPP Minerba soal pembatasan wilayah tambang maksimal 15 ribu hektar. Menurut dia, ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba. Perdebatan soal kesesuaian dengan UU Minerba tampaknya jadi alasan utama RPP tak kunjung diteken Presiden.

Dalam rapat dengan Komisi VII DPR, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menjelaskan sementara draf RPP belum diteken Presiden, pihaknya menerima tembusan surat dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Presiden. Isinya, RPP Minerba wajib mengacu pada UU Minerba. Namun, UU ini juga masih dalam proses revisi di DPR.

Ia menyatakan telah menerima surat permintaan dari Ketua DPR agar ada pembahasan segera amandemen UU Minerba. Namun, Komisi VII DPR menyatakan amandemen tidak bisa dilakukan bila pemerintah belum memasukkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) untuk revisi UU Minerba. Jonan pun menyatakan akan segera meminta izin ke Presiden untuk segera memasukkan DIM.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...