Tiga Poin Revisi Tarif Listrik Energi Terbarukan

Anggita Rezki Amelia
10 Agustus 2017, 15:55
Listrik
Katadata | Arief Kamaludin

Di sisi lain, Ketua Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTARiza Husni menyoroti adanya klausul tidak berlaku surut dalam aturan itu. Apalagi ada beberapa pelaku industri yang sudah menandatangi kontrak sebelumnya.

Rabu (2/8) lalu, memang ada beberapa perusahaan yang menandatangani jual beli listrik. Namun dari 64 perusahaan yang direncanakan, hanya ada 53 yang datang untuk tandatangan.

(Baca: Sebelas Perusahaan Batal Tandatangani Jual Beli Listrik)

“Sekarang kalau pak Menteri sudah tau ini akan direvisi, kenapa ditandatangan pada hari itu. Kan kebijakan tidak boleh menjebak,” kata Riza.

Ketua Masyarakat Energi Baru Terbarukan Indonesia (METI) Suryadharma juga menganggap tidak bolehnya kontrak lama berubah akan membuat investasi makin tidak pasti. “Ibarat masuk ke rumah makan. Sudah pesan makan dan ada harganya. Begitu makan tiba-tiba harga berubah,” ujar dia.

Selain itu, skema membangun, memiliki, mengoperasikan, dan mengalihkan (build, own, operate, and transfer/BOOT)  juga dianggap bisa mematikan peran swasta. Apalagi setelah kontrak berakhir, seluruh aset dialihkan ke PLN. Jika memang begitu, menurut Suryadharma, seharusnya dari awal investasi dilakukan pemerintah.

(Baca: Revisi Aturan Harga Listrik Energi Terbarukan Tak Berlaku Surut)

Poin negosiasi harga juga menjadi sorotan. Skema ini dianggap akan membuat proses semakin lama karena harus mencari titik temu. Seharusnya pemerintah bisa menentukan patokan mengenai tarif. “Negosiasi itu kan yang satu ingin harga tinggi sementara lainnya maunya rendah, ya tidak pernah ketemu,” ujar Suryadharma.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...