Jawa Kelebihan Listrik, Jonan Ubah Konsep Proyek Kabel Bawah Laut
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengubah skema pembangunan kabel bawah laut skala 500 Kilo Volt (KV) Jawa-Sumatera. Jika semula proyek ini mengalirkan listrik dari Sumatera ke Jawa, dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2017 hingga 2026, listrik akan mengalir dari Jawa ke Sumatera.
Menurut Menteri ESDM Ignasius Jonan, alasan mengubah skema tersebut karena diprediksi terjadi kelebihan pasokan listrik di Pulau Jawa. Hal ini mengacu kepada prediksi pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun mendatang.
“Jadi jika pertumbuhan ekonomi enam persen atau kurang sampai 2021, Jawa akan kelebihan (listrik) karena kapasitas terpasang akan kelebihan pasokan 5 Gigawatt (GW) sekurang-kurangnya," kata dia saat sosialisasi RUPTL 2017-2026 di Jakarta, Senin (10/4).
(Baca: Revisi Rencana Listrik: Pembangkit Batubara Dominan, Gas Berkurang)
Kelebihan pasokan ini karena Jawa memiliki sistem kelistrikan yang besar, yakni jaringan kelistrikan interkoneksi dari Banten hingga ke Bali. Selain itu, sudah banyak kontrak jual-beli listrik (power purchase agreement/PPA) pembangkit listrik di Jawa yang ditandatangani. Salah satunya adalah PLTU Batang berkapasitas 2 x 1.000 Megawatt (MW) yang bakal rampung tahun 2020.
Dengan perkiraan seperti itu, Jonan berharap kelebihan pasokan tersebut bisa diserap oleh jaringan listrik lainnya. "Dulu kan dari Sumatera ke Jawa, sekarang pindah dari Jawa itu supply ke Sumatera, kami lihat pertumbuhan Jawa," kata dia.
Sebagai gambaran, pada era Menteri ESDM Sudirman Said, pembahasan RUPTL 2016-2025 sempat berpolemik. Penyebabnya, saat itu proyek HVDC akan diubah. Awalnya pasokan listriknya berasal dari tiga PLTU di Sumatera Selatan yakni PLTU Sumsel 8,9,10 yang totalnya sebesar 3.000 MW.
Menurut Jonan, proyek HVDC ini akan dikerjakan oleh PLN. Alhasil, PLN direncanakan akan memulai proyek HVDC pada 2021, dengan estimasi pada 2024 proyek selesai. (Baca: Menteri Sudirman: Lima "Pembangkangan" PLN)
Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan, ketika Jawa surplus listrik maka kelebihannya akan diserap Sumatera. Apalagi sistem kelistrikan Sumatera pada 2021 sudah andal.
Sebagai gambaran, dalam megaproyek listrik 35 ribu MW, porsi pembangkit di Pulau Jawa sebesar 22 ribu MW, sementara sisanya dibangun di beberapa wilayah lain di Indonesia. Untuk pembangkit di Jawa, sebanyak 9 ribu MW pembangkit listrik saat ini sudah masuk tahap kontrak jual-beli listrik (PPA) serta konstruksi. Sisanya sebanyak 4 ribu MW dalam proses pelelangan.
Jika mengacu data tersebut berarti ada tambahan pasokan listrik sebanyak 13 ribu MW di Jawa. Menurut Iwan, tambahan tersebut sudah cukup untuk kebutuhan listrik Jawa hingga beberapa tahun ke depan. Salah satu pembangkit yang ditunda pembangunannya adalah PLTU Jawa 5 berkapasitas 2 x 1.000 MW. "Kami tata lagi pembangkit yang ditunda, termasuk Jawa 5," kata Iwan.
Selain HVDC, dalam RUPTL tahun ini, beberapa target bauran energi mengalami perubahan, seperti rasio Energi Baru Terbarukan (EBT) naik dari sebelumnya 19,6 persen menjadi 22,5 persen pada 2025. Sementara itu pembangkit batubara di tahun 2025 ditargetkan mencapai 50 persen dari total energi primer, gas bumi sebesar 26 persen, dan BBM sebesar 0,4 persen.
Adapun target pembangunan jumlah pembangkit listrik dalam RUPTL 2017-2026 sebear 125 GW pada 2025. Saat ini pembangkit yang sudah beroperasi berkapasitas sebesar 51.000 MW, diharapkan pada 2019 akan meningkat menjadi 70.000 MW. (Baca: Jonan Sahkan Rencana Baru Pengadaan Listrik Hingga 2026)
Dalam dokumen RUPTL tahun ini, PLN mengalihkan pembangunan pembangkit PLTU non mulut tambang menjadi PLTU mulut tambang dengan total kapasitas sebesar 7.300 MW. Perinciannya 1.600 MW dibangun di Kalimantan, sementara sisanya di Sumatera.
PLN juga menargetkan pembangunan pembangkit hingga 2025 mencapai 77 GW/ Sementara transmisi sebesar 67.422 kms dan gardu induk dengan target 164.170 MVA.
Mengutip data PLN, ada beberapa dasar revisi RUPTL 2017-2026. Pertama, Asumsi pertumbuhan ekonomi 2017-2026 lebih rendah, dibandingkan dengan asumsi yang digunakan pada RUPTL 2016-2025 sehingga proyeksi rata-rata penjualan pada RUPTL 2017-2026 adalah 8,3 persen, sedangkan pada RUPTL 2016-2025 adalah 8,6 persen.
Kedua, program 35 GW tetap berjalan, tapi realisasinya disesuaikan dengan pertumbuhan permintaan listrik di masing-masing sistem. Ketiga, kebijakan untuk memprioritaskan pembangunan PLTU Mulut Tambang dan PLTG di mulut sumur, dalam rangka meningkatkan nilai keekonomian energi primer setempat dan meningkatkan efisiensi penyaluran tenaga listrik.
Keempat, mempercepat peningkatan rasio elektrifikasi dan desa berlistrik di seluruh wilayah Indonesia terutama di luar Jawa. Caranya melalui program penyediaan pasokan listrik dengan pemakaian EBT di daerah terpencil.
(Baca: Pemerintah Buat Aturan Patokan Tarif Energi Baru Terbarukan)
Kelima, pengembangan pembangkit EBT dalam rangka mencapai bauran energi primer yang optimal pada 2025 sepanjang memenuhi tingkat keekonomian, sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (PP 79/2014). Keenam, peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri pada penyediaan barang dan jasa untuk proyek pembangkit, transmisi dan gardu induk, serta distribusi.