Permintaan Ekspor Batu Bara Meningkat, Adaro Utamakan Pasar Domestik
PT Adaro Energy Tbk menyatakan komitmennya untuk terus memenuhi kebutuhan batu bara domestik atau domestic market obligations (DMO). Meskipun saat ini permintaan batu bara meningkat dari luar negeri seperti di Eropa, Cina, dan India yang tengah mengalami krisis energi.
Head of Corporate Communication Division PT Adaro Energy, Febriati Nadira mengatakan pihaknya akan senantiasa mematuhi peraturan ketentuan pemerintah, termasuk aturan yang berkaitan dengan DMO batu bara. Sekalipun potensi permintaan batu bara dari luar negeri terus meningkat.
Menurut dia memenuhi kebutuhan dan pasokan batu bara untuk dalam negeri merupakan prioritas perusahaan saat ini. "Hingga semester 2021, Indonesia merupakan tujuan penjualan terbesar, yang meliputi 28% penjualan batu bara Adaro," kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (13/10).
Lebih lanjut, Ira menjelaskan Adaro memiliki model bisnis yang terintegrasi secara vertikal, dimana anak perusahaan utama Adaro beroperasi di mata rantai pasokan batu bara tertentu. Sehingga Grup Adaro memiliki kendali yang signifikan atas seluruh rantai pasokan batu bara.
Model bisnis Adaro menurutnya memberi kendali yang lebih baik atas biaya dan risiko. Kontrol ini memungkinkan produksi yang efisien dan fleksibilitas untuk menanggapi volatilitas pasar dan mengatasi kesulitan siklus sektor batu bara, sehingga memastikan keberlanjutan bisnis.
Adapun hingga saat ini belum ada perubahan panduan target produksi perusahaan. Target produksi Adaro 2021 yakni sebesar 52-54 juta ton. "Kami optimis terhadap prospek bisnis batu bara di semester 2 ini namun akan tetap berhati-hati," katanya. Simak databoks berikut:
Senada, produsen batu bara nasional lainnya, PT Arutmin Indonesia, juga memilih untuk fokus memenuhi kewajibannya memasok kebutuhan domestik. Sedangkan untuk ekspor, mereka fokus pada ekspor yang sudah berkontrak terlebih dulu meskipun potensi permintaan dari pasar Eropa melonjak.
Mengutip laporan Fengkuang Coal Logistics, imbas tingginya harga gas alam, produsen listrik Eropa sudah menanyakan pasokan batu bara Indonesia untuk pembelian pada kuartal IV tahun ini. Salah satu negara yang berminat mengimpor batu bara dari Indonesia yakni Italia.
General Manager Legal & External Affairs PT Arutmin Indonesia Ezra Sibarani mengatakan rencana impor batu bara oleh Eropa belum menjadi perhatian perusahaan. Pasalnya, Arutmin masih mengutamakan DMO dan kebutuhan ekspor yang sudah berkontrak.
"Apabila memang ada surplus, kami bisa pertimbangkan penjualan spot ke pembeli di Eropa," kata Ezra kepada Katadata.co.id, Jumat (8/10).
Lebih lanjut, menurut dia saat ini perusahaan tengah menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk tahun 2022. Adapun target produksi di tahun depan tidak jauh berbeda dengan target produksi yang dipatok tahun ini sebesar 21-22 juta ton.
Kinerja Ekspor Batu Bara Indonesia
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor batu bara terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. Terutama pada 2020, nilainya turun hingga 23,26% menjadi US$ 14,55 miliar dibanding tahun sebelumnya US$ 18,96 miliar.
Turunnya harga serta berkurangnya permintaan membuat nilai ekspor batu bara menyusut. Meskipun merosot, batu bara masih menjadi andalan ekspor komoditas Indonesia.
Volume ekspor batu bara mengalami tren kenaikan sejak 2005 hingga mencatat rekor tertinggi dengan volume 384,3 juta ton senilai US$ 26,2 miliar pada 2012. Namun, setelah itu turun hingga 2016. Kemudian kembali meningkat hingga 2019 seiring meningkatnya permintaan batu bara dari Cina. Simak databoks berikut:
Menurut data BPS, kontribusi ekspor barang hasil tambang tersebut mencapai 9,39% dari total ekspor tahun lalu sebesar US$ 163 miliar. Persentase tersebut hanya kalah dari minyak sawit yang mencapai 11,9%.
Melambatnya perekonomian dunia, terutama Cina dampak dari pandemi Covid-19 membuat permintaan batu bara global berkurang sehingga berpengaruh terhadap pasokan dari Indonesia.
Namun seiring mulai dibukanya perekonomian di berbagai negara, permintaan energi seperti minyak, gas, dan batu bara terus meningkat. Apalagi musim dingin sudah di depan mata. Ini menyebabkan lonjakan harga karena peningkatan permintaan tidak diimbangi dengan pulihnya produksi imbas Covid-19.
Seperti di Inggris dan Uni Eropa, harga gas alam meroket hingga 400% sepanjang tahun ini. Alhasil kawasan tersebut kembali beralih ke batu bara. Sama halnya di Amerika Serikat (AS) di mana produsen listrik mulai khawatir pasokan gas tidak mencukupi sehingga batu bara menjadi alternatif.
Dengan permintaan yang meningkat, harga batu bara dunia pun meroket hingga menyentuh level US$ 260 per ton karena pasokan yang ketat. Upaya negara-negara produsen batu bara untuk mendongkrak produksi sejauh ini masih terkendala, salah satunya cuaca buruk.