PLN Ramal Konsumsi Listrik 2022 Naik 4% Jika Covid-19 Menjadi Endemi
PLN memprediksi konsumsi listrik nasional pada 2022 tumbuh minimal 10 terawatt hour (TWh) menjadi 263 TWh atau 3,95% dari proyeksi tahun ini sebesar 253 TWh, dengan catatan kasus penularan pandemi Covid-19 dapat ditekan.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Syahril mengatakan jika kondisi pandemi Covid-19 dapat ditangani menjadi endemi, maka konsumsi listrik tahun depan akan mulai tumbuh.
"Kalau kondisi pandemi yang sudah lebih bisa terkontrol, menjadi endemi, maka kita melihat bahwa tahun depan akan tumbuh minimal 10 TWh dari proyeksi tahun ini sebesar 253 TWh," kata Bob kepada Katadata.co.id, Senin (29/11).
PLN mencatat pertumbuhan konsumsi listrik sampai Oktober 2021 sebesar 4,69% dibandingkan pada periode yang sama 2020 (year on year/YoY), atau 4,99% dari konsumsi listrik periode yang sama sebelum pandemi Oktober 2019.
Adapun jika dilihat per segmen pelanggan PLN, terdapat tiga segmen yang mengalami kenaikan pertumbuhan konsumsi listrik yang cukup baik pada periode sampai dengan Oktober 2021 dibandingkan tahun sebelumnya.
Pertama, segmen industri. Segmen ini terus tumbuh mulai April 2021 dan mencatatkan tertinggi secara kumulatif sepanjang tahun ini pada Oktober sebesar 11% YoY dan 13,79% secara bulanan (month to month/mtm). Tiga sektor dengan pertumbuhan konsumsi listrik tertinggi yaitu pertambangan, besi baja, dan sepatu.
Kedua, segmen sosial. Sejak Mei 2021 segmen ini terus tumbuh dengan pertumbuhan kumulatif pada Oktober mencapai 5,68% YoY dan 15,11% mtm. Pertumbuhan konsumsi listrik sektor ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas kegiatan sosial seperti sekolah yang mulai dilaksanakan secara offline, juga tempat ibadah.
Ketiga, segmen bisnis. Segmen ini mulai tumbuh kembali pada Juni 2021 dengan angka pertumbuhan kumulatif pada Oktober 2021 menjadi yang tertinggi sepanjang 2021, yaitu sebesar 2,23% YoY dan 8.15% mtm. Pertumbuhan konsumsi listrik tertinggi adalah pada sektor kondominium dan hotel.
Pertumbuhan di sektor hotel, menunjukkan bahwa sektor pariwisata yang sangat terdampak oleh pandemi Covid-19, telah membaik. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya pemakaian konsumsi listrik pada semua segmen tarif bisnis di Bali dimana pariwisata merupakan penggerak perekonomian utama.
Berdasarkan data PLN, saat ini perusahaan melayani 81,53 juta pelanggan dengan pertumbuhan 4,57% YoY. Penambahan pelanggan pada Oktober 2021 terhadap September 2021 mencapai 301.461 pelanggan, sedangkan sampai dengan Oktober 2021 sebanyak 2.866.925 pelanggan.
Sementara, rasio elektrifikasi pelanggan rumah tangga dan pelanggan rumah tangga non-PLN triwulan III 2021 adalah 97,20%. Komposisi jumlah pelanggan rumah tangga PLN sebanyak 74,86 juta atau 97,20% dan jumlah pelanggan rumah tangga non-PLN sebanyak 1,69 juta atau 2,20%.
PLN melayani 150.234 MVA daya tersambung, dengan pertumbuhan 6% YoY. Penambahan daya tersambung Oktober 2021 terhadap September 2021 sebesar 933 MVA, sedangkan sampai Oktober 2021 sebesar 7.074 MVA.
Sedangkan untuk data penyaluran subsidi, kompensasi, hingga stimulus, hingga Oktober ini perusahaan setrum pelat merah ini telah menyalurkan subsidi sebesar Rp 40,43 triliun, kemudian untuk kompensasi Rp 19 triliun, dan untuk stimulus sebesar Rp 10,16 triliun.
Sebelumnya, Executive Vice President Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN Edwin Nugraha Putra mengklaim angka konsumsi listrik periode Oktober 2021 memecahkan rekor tertinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
"Meskipun sebelumnya ada tekanan Covid-19, tapi bouncing cukup cepat. Hingga November ini, kenaikan energi konsumsi yang tinggi melebihi catatan kami dibandingkan beberapa tahun lalu," ujarnya.
Saat ini, total kapasitas pembangkit listrik terpasang sebesar 63,3 gigawatt (GW). Kapasitas ini dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.
Sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, PLN akan menambah pembangkit baru dengan kapasitas mencapai 40,6 GW. Dalam peta jalan itu, pembangkit berbasis energi hijau akan mendominasi sistem ketenagalistrikan Indonesia.
"Sekitar 51,6% dari total pembangkit tersebut atau sekitar 20,9 GW akan berasal dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT)," ujar Edwin.