Konsumsi Listrik 2050 Capai 2.000 TWh, DEN: RI Butuh 1.000 GW PLTS

Image title
5 November 2021, 18:29
plts, konsumsi listrik, ebt, energi baru terbarukan
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta.

Dewan Energi Nasional memprediksi konsumsi listrik pada 2050 mencapai 2.000 Terra Watt hour (TWh). Jika kebutuhan ini ingin disokong oleh sumber energi baru terbarukan (EBT) sepenuhnya, maka dibutuhkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas lebih dari 1.000 gigawatt (GW).

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim mengatakan pemerintah perlu menggenjot pengembangan energi surya untuk menyokong kebutuhan listrik pada 2050. Pasalnya, energi maksimal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) hanya 500 TWh.

"Konsumsi listrik 2.000 TWh di 2050, berarti proyeksi tenaga surya kita itu akan lebih dari 1.000 GW untuk mencapai transisi energi," kata dia dalam diskusi, COP 26 Glasgow “Harapan Memaksimalkan Pemanfaatan Energi Terbarukan, Jumat (5/11).

Opsi ini diambil jika pemanfaatan sumber energi alternatif lainnya, seperti nuklir tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan listrik di tahun itu. Mengingat, banyak negara maju yang tidak merekomendasikan nuklir sebagai upaya pengurangan emisi karbon.

Bahkan porsi PLTN yang beroperasi di negara maju akan menurun pada tahun 2040, dari sekitar 280 GW pada tahun 2018 menjadi lebih dari 90 GW pada tahun 2040. Karena itu, energi surya menjadi opsi untuk memenuhi kebutuhan listrik nantinya.

Sementara, jika melihat rencana penambahan PLTS dalam draf RUPTL 2021-2030, kapasitas yang bertambah hanya sekitar 5 GW. Sehingga masih perlu upaya ekstra untuk mengejar kekuranngan 995 GW dari rentan waktu 2030 ke 2050.

"Sebesar 5 GW energi surya sampai 2030 itu tak memberi indikasi kita on the track untuk net zero emission pada 2050. Seharusnya 2030 itu energi surya 30 GW sesuai dengan RUEN yang sudah ada," katanya.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa sebelumnya menilai peta potensi teknis EBT yang komprehensif perlu disiapkan untuk mendukung transisi energi menuju pemanfaatan 100% EBT dan mencapai Indonesia bebas emisi pada 2050.

Pasalnya, data potensi teknis EBT Indonesia masih merujuk pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebesar 443,2 GW. Data ini pun belum dimutakhirkan sejak 2014. Selain itu, data RUEN juga jauh lebih rendah dari potensi EBT yang sesungguhnya. Simak databoks berikut:

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...