Bangun 53 Smelter hingga 2024, Pemerintah Beberkan Progresnya Saat Ini

Muhamad Fajar Riyandanu
2 Agustus 2022, 14:48
smelter,
ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan proyek Smelter Freeport di kawasan Java Integrated and Industrial Port Estate (JIIPE), Manyar, Gresik, Jawa Timur, Jumat (29/7/2022).

Pemerintah berupaya mendongkrak hilirisasi hasil tambang domestik dengan membangun 53 pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter hingga 2024, dengan biaya mencapai US$ 21,5 miliar atau sekitar Rp 320 triliun dengan kurs saat ini Rp 14.895 per dolar.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menjabarkan, dari puluhan rencana pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam tersebut, mayoritas sudah berjalan lebih dari 30-90%.

Jumlah target smelter yang dibangun dari tahun 2021 hingga tahun 2024 di antaranya 30 smelter nikel, 11 smelter bauksit, 4 smelter besi, 4 smelter tembaga, 2 smelter mangan dan 2 smelter timbal dan seng. Saat ini sudah ada 14 smelter nikel, 2 smelter tembaga, dan 2 smelter bauksit yang progresnya sudah lebih dari 90%.

"Pemerintah terus mendorong baik nikel bauksit dan tembaga. Ada 53 proyek smelter, dimana sebagian besar sudah berada dalam 30-90%," kata Airlangga dalam acara Bisnis Indonesia Mid-Year Economic Outlook 2022, Selasa (2/8/).

Dia menambahkan, pemerintah juga mendorong pembangunan tiga pabrik gasifikasi batu bara menjadi dimetil eter atau DME. DME merupakan gas hasil pengolahan batu bara berkalori rendah.

"Peningkatan kapasitas industri termasuk upgrading coal, kemudian pendirian pabrik batu bara baik di Sumatera dan Kalimantan. Ada juga peningkatan kapasitas dari metanol yang dibutuhkan untuk pengembangan biofuel," ujar Airlangga.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut sektor hilirisasi mineral bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi baru Indonesia ke depan. Sektor ini bahkan masih bisa tumbuh saat banyak sektor usaha terkontraksi selama dua tahun pandemi.

Kinerja moncer sektor hilirisasi mineral ini salah satunya terlihat dari ekspor besi dan baja yang semakin tinggi, termasuk di dalamnya pengolahan nikel.

"Mungkin itu yang akan menjadi pembahasan sangat seru di beberapa tahun mendatang," kata Analis Kebijakan Ahli Pertama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Johan Z. Kasim dalam diskusi secara daring, Kamis (14/4).

Johan mengatakan, nilai ekspor besi dan baja pada tahun 2021 sebesar US$ 21 miliar, naik 93% dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai ekspor komoditas ini terus naik setidaknya sejak 2018. Kontribusi besi dan baja dalam komposisi ekspor RI juga terus naik seiring kenaikan nilainya.

Tahun lalu, kontribusinya sebesar 9% dari total nilai ekspor tahun lalu US$ 231,54 miliar. Sumbangsih dari ekspor besi dan baja ini naik dari tahun sebelumnya hanya 6,6%.

Selain itu, kinerja moncer dari sektor hilirisasi mineral juga terlihat pada indeks Produk Domestik Bruto (PDB) sektoral untuk pertambangan bijih logam dan industri logam dasar yang terus meningkat. Bahkan pada tahun pertama pandemi 2022, indeks PDB tersebut masih lebih tinggi dibandingkan kondisi normal 2019.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...