Alasan Vale Belum Ajukan Perpanjangan Kontrak Karya Menjadi IUPK
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) hingga kini belum mengajukan perpanjangan Kontrak Karya (KK) yang akan habis pada 2025 mendatang, menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) .
Direktur Utama Vale Indonesia, Febriany Eddy, mengatakan perusahaan masih fokus pada pengerjaan dua proyek pabrik pengolahan atau smelter nikel yang terletak di Blok Bahadopi Sulawesi Tengah dan Blok Pomalaa Sulawesi Tenggara.
Walau belum mengajukan permohonan perpanjangan kontrak, Febri menyebut perseroan aktif menjalin komunikasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Memang belum mengajukan karena pemikiran saat ini fokus pada pembangunan pabrik pengolahan bijih nikel," kata Febri saat ditemui wartawan di Hotel Park Hyatt Jakarta Pusat pada Selasa (13/9).
Tahun ini, Vale Indonesia bersama para mitra telah menyepakati kerjasama untuk membangun tiga unit smelter yang seluruhnya berada di Pulau Sulawesi.
Pada 25 April, Vale bersama dengan Zhejiang Huayou Cobalt Company telah menandatangani Perjanjian Kerangka Kerjasama untuk mengembangkan proyek peleburan dan pemurnian nikel di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Selanjutnya, Vale mulai menggarap proyek Smelter Nikel di Blok Bahodopi yang memiliki nilai investasi mencapai US$ 2,1 miliar atau setara Rp 30,45 triliun.
Pembangunan Smelter yang berlokasi di Sulawesi Tengah ini merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang digarap oleh Vale Indonesia serta perusahan patungan TISCO dan Shandong Xinhai Technology. Smelter ini diharap bisa beroperasi pada 2025 mendatang.
Lebih lanjut, yang paling anyar adalah Vale Indonesia dan Zhejiang Huayou Cobalt Company atau Huayou telah menandatangani The Heads of Agreement pada 13 September untuk mengembangkan smelter berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan yang ditargetkan rampung 2026.
Proyek pembangunan smelter berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) ini ditaksir menelan biaya US$ 1,8 miliar atau Rp 26,82 triliun dengan kurs Rp 14.900 per dollar AS.
"Memang ada penyesuaian perizinan yang diperlukan karena kapasitasnya jauh lebih besar dan ini proyek strategis nasional. Kami harap adanya proyek Bahadopi dan Pomalaa bisa mempercepat perizinan," sambungnya. "Kami fokus dulu kerjakan semua komitmen dan kewajiban-kewajiban kami."
Febri pun menyakini bahwa pemerintah akan memberikan peluang perpanjangan kontak kepada PT Vale Indonesia. Hal tersebut dirasa sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong hilirisasi dan mempermudah investasi.
"Kalau kami penuhi kewajiban dan komitmen, saya yakin pemerintah akan adil dan akan menjaga iklim investasi. Karena kan kepastian itu penting sekali buat investasi, terutama untuk investasi besar," ujar Febri.
Sembari mengerjakan proyek smelter, Vale secara paralel melakukan konsultasi dengan Kementerian ESDM terkait proses perpanjangan izin pertambangan nikel. "Kami masih mempersiapkan diri dengan lebih baik agar lebih siap saat berdialog dengan pemerintah," ucap Febri.
Adapun perpanjangan kontrak dapat diajukan paling cepat lima tahun, dan paling lambat satu tahun sebelum kontrak berakhir. Artinya Vale memiliki waktu sekitar dua tahun untuk mengajukan perpanjangan.