Perpanjangan Kontrak Ditolak Tiga Gubernur, Vale Siap Bernegosiasi
PT Vale Indonesia bakal menemui tiga gubernur Sulawesi yang menolak perpanjangan izin kontrak karya (KK) yang akan berakhir pada Desember 2025. Mereka adalah Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, dan Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura.
Direktur Utama Vale, Febriany Eddy, mengatakan pihaknya bersedia melakukan dialog kepada pemerintah daerah terkait Rencana Induk Pengembangan Masyarakat atau RIPM.
"Kami akan berdialog untuk dapatkan konsensus untuk RIPM, kalau tidak dirembukkan bersama maka akan ada tumpang tindih dan tak ada sinergi," kata Febri saat ditemui wartawan di Hotel Park Hyatt Jakarta Pusat pada Selasa (13/9).
Febri menilai, melalui dialog dan diskusi kepada pemangku kepentingan, pemerintah pusat dan daerah akan menyetujui pengajuan perpanjangan kontrak perusahaan sebagai bagian dari upaya menjaga iklim investasi di Indonesia.
"Kami yakin pemerintah jaga iklim investasi. Pemerintah akan beri kami kenyamanan untuk melanjutkan semua program kami yang sejalan dengan apa yang jadi prioritas pemerintah, yaitu investasi dan pembentukan eksositem miobil listrik," sambungnya.
Vale mendapat kritik tajam dari Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan karena dianggap minim kontribusi. Dari total luas lahan kontrak karya seluas 70.923,74 hektar dengan tiga blok yang sudah dirilis, yakni Blok Pongkeru, Blok Bulubalang, dan Blok Lingke Utara, kontrak karya Vale hanya berkontribusi 1,98% dari total pendapatan daerah.
Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman menilai nominal Ini sangat kecil sehingga terjadi perlambatan penanganan kemiskinan Luwu Raya dan Luwu Timur di wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam.
Menurut Sulaiman, kontribusi pemasukan terhadap daerah Sulawesi Selatan hanya mencapai Rp 200 miliar per tahun. Oleh karena itu, Dia menolak perpanjangan kontrak Vale yang direncanakan berdurasi 35 tahun.
Selain itu, Sulaiman mengatakan, Vale tidak memberikan kesempatan kepada putra daerah untuk menjadi pimpinan perusahaan atau top level management sejak mereka menjalankan aktivitasnya 54 tahun lalu. Vale juga menolak untuk melakukan kerja sama penjualan BBM Solar yang ditawarkan dari perusahaan lokal.
Menanggapi hal tersebut, Febri menjelaskan bahwa proyek pertambangan dan pengolahan nikel milik perusahaan di Blok Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan telah menjadi sumber mata pencaharian bagi 9.000 pekerja.
"Dari 9.000 itu 99,7% masyarakat Indonesia. Dan dari mayoritas pekerja Indonesia, 86,6% itu dari Luwu Timur. Kami komitmen untuk sumber daya lokal," ujar Febri.
Lebih lanjut, kata Febri, perusahaan telah menyerahkan penerimaan negara dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP yang mencapai Rp 16,6 triliun dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
"Kalau dianggap kurang mungkin tolok ukurnya berbeda. Jika itu penyebabnya, mari diskusi dan berdialog untuk cari solusi agar lebih efektif," ucap Febri.
Sebelumnya diberitakan Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman mengatakan, lahan bekas tambang nikel Vale Indonesia di Blok Sorowako, Luwu Timur, sebaiknya beralih ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Kami ingin konsesi eks-tambang vale di Sorowako bisa diserahkan ke BUMD. Kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah kabupaten Luwu Timur," kata Sulaiman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR dan Kementerian ESDM pada Kamis (8/9).
Pada kesempatan tersebut, Sulaiman membeberkan, daerahnya hanya mendapat Rp 1,3 miliar per tahun dari nilai sewa lahan di tanah seluas 70 ribu hektar, dengan sewa lahan per hektar hanya Rp. 60.000. Menurutnya, angka ini jauh lebih kecil dari nominal sewa lahan yang ditawarkan oleh BUMN sebesar Rp 1,7 juta per hektar.
"Tidak ada perpanjangan untuk mereka. Kalau langsung dikasih perpanjangan 35 tahun, kami berat. Kalau Freeport bisa dilepas, kenapa ini tidak? Kenapa tidak diserahkan ke pemerintah kami," ucapnya.