Sukses dengan Nikel, RI Dorong Cina Hilirisasi Timah, Bauksit, Tembaga

Muhamad Fajar Riyandanu
28 Oktober 2022, 15:05
hilirisasi, timah, nikel, bauksit, tembaga, larangan ekspor
ANTARA FOTO/Jojon/aww.
Aktivitas tungku smelter nikel di PT VDNI di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Jumat (9/9/2022).

Pemerintah terus mendorong Cina untuk memperluas investasi pengembangan hilirisasi mineral di Indonesia. Setelah sukses dengan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel, pemerintah akan menerapkan skema serupa untuk hilirisasi pada produk tambang timah, bauksit, dan tembaga.

Menteri Koordinator Bidang Investasi dan Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan kerja sama dengan Cina selama delapan tahun terakhir memberikan kontribusi yang positif melalui pembangunan beberapa pusat industri yang terintegrasi seperti di Morowali hingga kawasan industri Bintan.

Adapun perusahan Cina yang terjun ke sektor pengolahan nikel diantaranya PT Bintang Delapan Mineral, PT Virtue Dragon Nickel Industry, dan Jiangsu Delong Nickel Industry Company Limited.

“Saya kira kerja sama Indonesia dengan Tiongkok selama delapan tahun terakhir langsung menghasilkan banyak sekali kemajuan yang menurut saya luar biasa,” kata Luhut di sela acara Laporan Kegiatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tiongkok di Indonesia di Hotel RafflesJakarta pada Jumat (28/10).

Kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel yang pertama kali diterapkan sejak 2020 berimplikasi pada penambahan nilai jual pada produk olahan bijih nikel. Produksi dan penjualan produk turunan juga memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan pajak dan devisa Indonesia.

Pada 2019, nilai bijih ekpor bijih nikel mentah hanya US$ 30 per ton, sedangkan nilai feronikel yang diproses melalui pemurnian mencapai US$ 1.300 per ton dan setelah diolah menjadi baja tahan karat menjadi US$ 2.300 per ton. Nilai ekspor nikel yang telah diolah menjadi US$ 20,9 miliar atau Rp 360 triliun pada 2021.

“Sekarang ekonomi Indonesia bisa terus tertopang karena hilirisasi tadi, padahal itu baru bijih nikel saja. Sekarang kita lagi bicara sama teman-teman dari Tiongkok untuk terkait hilirisasi timah, bauksit, tembaga,” ujar Luhut.

Di lokasi yang sama, Duta Besar Cina untuk Indonesia, Lu Kang, menyampaikan beberapa perusahaan Cina juga telah mengajukan minat pada Kawasan Industri Hijau Kalimantan Utara (Kaltara) atau Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI).

Di sana, Lu Kang menyebut para pelaku usaha dari negeri Panda akan berinvestasi pada sejumlah sektor. “Beberapa sudah ada kesepakatan di beberapa sektor besar, bukan hanya di energi,” katanya.

Kawasan Industri Kaltara berlokasi di Kabupaten Bulungan yang akan difokuskan untuk menjadi sentra pengembangkan petrokimia, mobil listrik, baja, dan chip semikonduktor. Kawasan tersebut saat ini akan menggunakan lahan seluas 16.400 hektare dan akan berkembang hingga 30.000 hektare.

Beberapa produk yang akan muncul dari kawasan ini antara lain sodium ion, lithium ion, semikonductor, petrokimia, aluminium, panel surya, hingga silikon untuk industri.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...