ESDM: Harga Pertalite Bisa Turun Apabila Minyak Sentuh US$65 per Barel
Harga minyak dunia terus merosot sepanjang tahun ini hingga ke level terendah sejak akhir 2021. Brent kini berada pada level US$ 73,11 per barel, sedangkan WTI di US$ 66,87 per barel. Kementerian ESDM menyatakan membuka opsi penyesuaian harga Pertalite jika harga minyak turun ke US$ 65 per barel.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Tutuka Ariadji, menyampaikan bahwa patokan harga minyak US$ 65 per barel merupakan posisi ideal bagi pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga atau price adjustment terhadap BBM bersubsidi Pertalite.
"Jadi mulai US$ 65 per barel nanti kami lakukan adjustment, tapi sementara belum karena masih US$ 70 per barel. Masih kami hitung," kata Tutuka kepada wartawan di JCC pada Selasa (21/3).
Selain harga minyak mentah, Tutuka menjelaskan ada tiga formula yang ikut menentukan perhitungan penyesuaian harga BBM Pertalite, yakni harga biaya pengadaan dan pengolahan, biaya distribusi, dan margin perusahaan. "Beberapa formula itu merupakan penentu di balik batas harga Pertalite," kata Tutuka.
Sebelumnya, pada awal Februari Tutuka mengatakan bahwa harga wajar Pertalite saat ini menyentuh nominal Rp 11.000 per liter. Angka ini lebih tinggi dari harga jual eceran Pertalite di SPBU senilai Rp 10.000 per liter. Ketika itu harga minyak masih bergerak di US$ 80-88 per barel.
Adanya disparitas harga jual dengan harga wajar di tengah meroketnya harga minyak menjadi dalil relevan apabila PT Pertamina tak menurunkan harga jual Pertalite saat ini. "Saya lihat harga itu sudah mepet bagi Pertamina," ujar Tutuka pada Jumat (3/2).
Adapun harga minyak sepanjang tahun ini bergerak sangat fluktuatif. Namun harga merosot signifikan mulai awal Maret salah satunya disebabkan sentimen kegagalan bank di Amerika Serikat (AS) yang memukul kepercayaan pasar sehingga menghindari aset-aset berisiko.
"Harga minyak sekarang bergantung pada pengaruh kepercayaan investor di tingkat makro," kata analis dari Haitong Futures seperti dikutip Reuters, Selasa (21/3). "Jika krisis perbankan tidak menyebar lebih jauh, sentimen pasar dapat menjadi stabil dan harga minyak akan memiliki peluang untuk pulih."