Investasi Perdana Korporasi AS, Ford Masuk Proyek Smelter Nikel Vale
Produsen mobil Amerika Serikat (AS), Ford Motor Co., bergabung dengan PT Vale Indonesia Tbk dan Zhejiang Huayou Cobalt dalam proyek pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel senilai US$ 4,5 miliar atau sekitar Rp 67,6 triliun di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Smelter tersebut akan menggunakan teknologi high-pressure acid leaching (HPAL) yang akan memproduksi 120.000 ton mixed hydroxide precipitate (MHP) per tahun, salah satu bahan baku penting untuk membuat baterai kendaraan listrik.
Bagi Ford, investasi ini menjadi yang pertama di kawasan Asia Tenggara seiring meningkatnya minat para produsen mobil dalam mengamankan bahan baku untuk memproduksi baterai kendaraan listrik. Ini menjadi salah satu upaya Ford dalam mengejar ketertinggalannya dari pemimpin pasar mobil listrik dunia, Tesla.
“Ford dapat membantu memastikan bahwa nikel yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik ditambang, diproduksi dalam standar ESG yang sama, sebagai bagian dari bisnis Ford di seluruh dunia,” kata Chief Government Affairs Officer Ford, Christopher Smith, dalam penandatanganan kerja sama dengan Vale dan Zhejiang Huayou Cobalt, di Sorowako, Sulawesi Selatan, Kamis (30/3).
Direktur Utama Vale Indonesia, Febriany Eddy, mengatakan bahwa kesepakatan dengan Ford unik karena masuknya produsen mobil tersebut ke bisnis hulu nikel.
Dia mengatakan bahwa dalam proyek ini Vale akan menggenggam 30% saham dan sisanya dikendalikan Ford dan Huayou. Dalam hal ini Vale akan mengoperasikan tambang nikel. Namun dia tidak mengungkapkan berapa nilai investasi yang digelontorkan Ford.
“Perjanjian final yang ditandatangani merupakan penyertaan modal Ford untuk investasi smelter HPAL Pomalaa. Ketiga pihak sepakat bahwa keberlanjutan ESG harus menjadi standard dan garda kedepan kami semua,” kata Febriany.
Seperti diketahui Indonesia telah melarang ekspor bijih nikel yang belum diproses sejak 2020 untuk memastikan pasokan bagi investor yang ada dan calon investor, sementara itu juga menarik pembuat EV global seperti Tesla dan Grup BYD Cina untuk berinvestasi.
Indonesia yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia berusaha mengembangkan industri hilir logam yang pada akhirnya bertujuan untuk memproduksi baterai dan kendaraan listrik, di mana baterai menyumbang sekitar 40% dari harga.