Antam Dukung Pembentukan Indeks Harga Nikel Indonesia, Ini Alasannya

Muhamad Fajar Riyandanu
17 Mei 2023, 17:48
antam, nikel, indeks harga nikel,
Katadata
Kegiatan penambangan bijih nikel PT Antam Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Nikel Maluku Utara.

Sementara volume penjualan bijih nikel konsolidasian Antam mencapai 3,44 juta wmt, tumbuh 48% dibandingkan volume penjualan bijih nikel pada periode yang sama tahun lalu sebesar 2,33 juta wmt.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan bahwa indeks harga nikel Indonesia dapat menjadi instrumen yang mengatur transaksi nikel dalam negeri.

“Pemerintah sedang berfikir untuk punya tempat sendiri supaya bisa atur harga itu,” kata Luhut di Hotel Westin Jakarta pada Senin (9/5).

Adapun HPM saat ini masih berpatokan pada rerata harga nikel di bursa LME yang merujuk pada jenis nikel kelas satu sebagai bahan baku kendaraan listrik. “Kita juga pingin atur harga sendiri, masak LME yang mengatur harga nikel kita,” ujar Luhut.

Di sisi lain, pelaku usaha pertambangan nikel meminta pemerintah untuk segera merealisasikan pembentukan indeks harga nikel Indonesia atau Indonesia Nickel Prices Index sebagai instrumen transaksi jual-beli nikel di pasar domestik.

Mereka menilai, adanya indeks harga nikel Indonesia mampu memangkas selisih harga pembayaran kewajiban royalti yang lebih tinggi dari transaksi riil. Sejauh ini, tagihan royalti mengacu pada harga patokan mineral yang merujuk pada rerata harga nikel di pasar London Metal Exchange.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Resvani, menjelaskan harga pasaran nikel indeks LME lebih tinggi ketimbang harga nikel domestik yang berbasis feronikel. Menurutnya, harga jual dari feronikel antara penambang dan pelaku usaha smelter berada jauh di bawah LME.

Kondisi tersebut memicu penambang untuk membayar royalti yang lebih tinggi hingga 40% akibat selisih yang muncul dari harga jual riil feronikel dari LME yang digunakan sebagai acuan penentuan tarif royalti.

"Jika menggunakan LME sebagai patokan HPM maka akan terjadi over royalti. Intinya pengusaha terbebani royalti yang tinggi," kata Resvani kepada Katadata, Selasa (9/5).

Kondisi tersebut secara paralel akan mengerek harga nikel domestik yang dijual ke perusahaan smelter, utamanya bagi para pelaku usaha smelter yang tidak terintegrasi dengan tambang nikel. "Kalau ketinggian harganya maka si smelter akan beli nikel mahal, maka pasti keuntungannya menurun," ujar Resvani.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...