Negosiasi Capai Titik Temu, Pertamina Potensi Kelola Blok Masela Juli
Akuisisi Blok Masela oleh Pertamina bersama konsorsium perusahaan migas akhirnya menunjukkan perkembangan positif. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan bahwa alih aset 35% hak partisipasi milik Shell di blok tersebut ke Pertamina dapat tuntas pada akhir Juni ini.
Arifin menyebut sebelumnya proses negosiasi sempat tersendat karena ketidakcocokan harga divestasi. “Mengenai Blok Masela Insya Allah akhir bulan ini akan sudah kami selesaikan, perjanjian jual dan alih sahamnya sudah ada titik temu,” kata Arifin dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR pada Senin (5/6).
Proses divestasi saham Shell ke pihak pemerintah sebenarnya sudah direncanakan sejak 2020. Namun hal itu tak kunjung terlaksana karena sikap Shell yang menahan diri untuk keluar dari pengelolaan Proyek Abadi LNG Blok Masela.
Arifin menegaskan bahwa pengembangan proyek Abadi LNG Blok Masela harus segera berjalan, atau ladang gas tersebut berpotensi kembali ke negara untuk dilelang ulang apabila proyek tersebut tak kunjung beroperasi hingga 2024.
Mekanisme tersebut tertulis di dalam rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) 2019 yang disepakati antara pemerintah dan Inpex serta Shell sebagai kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) Blok Masela. Kendati demikian, PoD juga dapat diperpanjang apabila operator belum mendapatkan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG).
Di sisi lain, pemerintah melalui Pertamina masih berupaya untuk merampungkan pembentukan konsorsium bersama perusahaan migas asal Malaysia, Petronas, sebagai mitra dalam pengelolaan 35% hak partisipasi Blok Masela yang dilepas oleh Shell.
Nantinya, konsorsium Pertamina dan Petronas akan berkolaborasi dengan Inpex Corporation sebagai operator sekaligus pemegang saham mayoritas Blok Masela. “Jadi nanti memang Pertamina dan konsorsiumnya yang akan take over,” ujar Arifin.
Kesepakatan konsorsium dinilai menjadi cara efektif untuk menekan risiko dan pendanaan tinggi sehingga dapat mempercepat pengembangan lapangan gas yang memiliki cadangan gas sebesar 4 triliun kaki kubik (TCF) tersebut.
Potensi pengembangan Blok Masela kian terbuka seiring hasil eksplorasi Inpex Corporation yang telah menemukan 10 sumur potensial.
Sebelumnya, Pemerintah akan melelang ulang Blok Masela jika sampai 2024 proyek ladang gas raksasa tersebut masih belum berjalan seiring alotnya negosiasi antara Pertamina dan Shell terkait divestasi saham hak partisipasi sebesar 35%.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan bahwa pengembangan proyek Abadi LNG Blok Masela harus segera berjalan, atau ladang gas tersebut berpotensi kembali ke negara untuk dilelang ulang apabila proyek tersebut tak kunjung beroperasi hingga 2024.
Mekanisme tersebut tertulis di dalam rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) 2019 yang disepakati antara pemerintah dan Inpex serta Shell sebagai kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) Blok Masela.
"Lima tahun kalau tidak dilaksanakan apa-apa, pemerintah akan tinjau kembali termasuk kemungkinan untuk kembali ke negara. Ini sudah masuk 2023, sudah empat tahun. Kami ingatkan saja," kata Arifin di kantor Kementerian ESDM pada Jumat (26/5).
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menyampaikan bahwa Shell mematok harga US$ 1,4 miliar atau setara Rp 21 triliun kepada Pertamina terkait divestasi saham hak partisipasi sebesar 35% Blok Masela.
Djoko mengatakan, angka tersebut lebih tinggi dua kali lipat dari nilai investasi awal Shell untuk 35% hak partisipasi Blok Masela sejumlah US$ 700 juta. "US$ 700 juta itu harusnya angka maksimal yang ditawarkan ke Pertamina karena Shell juga gak rugi," kata Djoko dalam Energy Corner CNBC pada Selasa (30/5).