Tekan Emisi Karbon, SKK Migas dan PEP Rehabilitasi Terumbu Karang
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Pertamina EP Papua Field (PEP Papua) rehabilitasi terumbu karang di Pulau Soop dan Misol, Sorong, Papua. Langkah itu sebagai upaya untuk memperbaiki ekosistem laut di salah satu pulau yang terletak di ujung timur Indonesia.
“Konservasi turut berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon, di samping aktivitas penanaman pohon, sehingga terumbu karang perlu dilestarikan,” kata Manager Field PEP Papua, Muslim Nugraha saat ditemui di Pulau Doom, Sorong, Papua, Rabu (21/12).
Indonesia sebagai negara maritim yang besar, bisa berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon dengan menjaga ekosistem terumbu karang. Berdasarkan penelitian ekosistem pesisir, seperti mangrove, terumbu karang, dan rumput laut itu mempunyai kemampuan menyerap emisi karbon tiga kali lipat dibandingkan ekosistem terestial.
Apalagi, jika Indonesia bisa menjaga ekosistem pesisir dengan baik dan mempunyai kemampuan menyerap emisi karbon yang besar, maka bisa punya nilai secara global. Alhasil Indonesia bisa memiliki posisi tawar global yang besar.
Muslim selain itu berharap, dengan rehabilitasi terumbu karang ini, Pulau Soop dan Pulau Misol dapat menjadi alternatif wisata bahari selain Raja Ampat. Apalagi, jarak dari kota Sorong ke kedua pulau tersebut relatif dekat dan jarang terkendala cuaca.
“Raja Ampat memang sudah menjadi destinasi wisata sejak dulu, nah harapannya, Pulau Misol dan Pulau Soop bisa menjadi alternatif bagi para wisatawan untuk menikmati dunia bawah laut di Papua Barat Daya,” kata dia.
Muslim menyatakan program rehabilitasi terumbu karang ini telah dilakukan sejak 2021 di Pulau Misol, sementara untuk Pulau Soop sendiri dilakukan sejak 2022.
”Total area Rehabilitasi Terumbu Karang baik di Pulau Misol maupun di Pulau Soop adalah 1.000 meter persegi, dengan jumlah fragmen terumbu karang sebesar 9902 di pulau Misol dan 1.248 fragment di Pulau Soop,” ujar dia.
Menurut Muslim, dengan rehabilitasi terumbu karang ini, diharapkan, ekosistem terumbu karang yang sempat hancur karena pemakaian bom ikan oleh nelayan setempat bisa kembali normal. Dengan begitu, kehidupan bawah laut di Pulau Soop dan Misol dapat kembali hidup.
“Awalnya karena terumbu karang yang rusak, ikan-ikan menjauh sehingga hampir tidak ada ekosistem bawah laut di wilayah ini, tetapi sejak dilakukan transplantasi terumbu karang, ikan-ikan mulai kembali dan ekosistem terumbu karang di perairan ini mulai tumbuh,” kata dia.
Muslim menyebut, pihaknya menggandeng lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah setempat dalam menjalankan program ini. Bahkan untuk memastikan keberlanjutan program ini, dibentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmawas) Terumbu Karang Lestari yang bertugas menjaga kelestarian terumbu karang.
"Terumbu karang menjadi spesies penting yang memberikan perlindungan pantai bagi masyarakat, habitat ikan, dan potensi pariwisata, sehingga menjadi penting untuk merestorasi kembali terumbuh karang itu," katanya.
Selain itu, konservasi terumbu karang juga mendukung pencapaian 17 pilar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs). Yaitu nomor 3 Kehidupan Sehat dan Sejahtera, nomor 11 Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan. Serta nomor 14 Ekosistem Lautan, nomor 15 Ekosistem Daratan, dan nomor 17 Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Alternatif Wisata
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku Galih W. Agusetiawan mengatakan, melalui langkah rehabilitasi terumbu karang ini akan makin menarik turis datang di Pulau Soop selain ke kawasan Kepulauan Raja Ampat.
“Pulau Soop memang telah jadi destinasi wisata, tapi memang tidak banyak karena terumbu karang yang rusak. Dengan rehabilitasi ini akan dapat menarik banyak wisatawan dan juga berdampak pada ekosistem pariwisata berkelanjutan,” katanya.
Apalagi langkah ini menjadi salah satu bagian dari program besar yang merupakan hasil dari kerja sama antara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam pengembangan pariwisata lokal.
Kementerian ESDM khususnya sektor hulu migas mengoptimalisasi Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) melalui kegiatan ekonomi kreatif untuk mendukung kegiatan operasi migas. PPM hulu migas ini menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) blok migas di Tanah Air.
“PPM diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat lokal, meningkatkan perekonomian daerah, serta memperkuat industri hulu migas di Indonesia,” ujarnya.
Galih menambahkan di Indonesia Timur, program PPM telah dilakukan sejak 2019. Di mana kala itu masih dalam pilot project menciptakan desa wisata yang dekat dengan wilayah operasi KKKS blok migas.
“PPM merupakan program yang ada dalam UU di mana setiap perusahaan migas yang berada di bawah hulu migas harus melakukan PPM. Ini berbeda dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertamina dan beberapa KKKS mulai membuat daerah-daerah di sekitar wilayah kerjanya memiliki target-target wisata,” jelas Galih.