Dikomentari Tom Lembong, Seberapa Suram Kondisi Pasar Nikel Global?

Sorta Tobing
15 Januari 2024, 17:47
nikel, baterai, harga nikel
ANTARA FOTO/REUTERS/Yusuf Ahmad
Seorang pekerja memperlihatkan bijih nikel di smelter feronikel yang dimiliki oleh perusahaan tambang negara PT Aneka Tambang Tbk.
Button AI Summarize

Komentar Co-Captain TimNas AMIN, Thomas Trikasih Lembong, soal pasar nikel global menjadi viral di media sosial X sejak kemarin, Minggu (14/1). Ia menyebut harga barang tambang tersebut sudah turun 30% dalam 12 bulan terakhir.

Di tengah penurunan harga, pada 2025 diperkirakan terjadi kelebihan pasokan. “Dengan begitu gencarnya bangun smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian) di Indonesia, kita membanjiri dunia dengan nikel,” kata Tom Lembong dalam cuplikan video di kanal YouTube Total Politik

Di sisi lain, produsen baterai mencari opsi lain untuk membuat baterai. “Mereka membuat formulasi bahan baku baterai yang tidak menggunakan nikel,” ucapnya.

Potongan komentar itu mendapat reaksi beragam di media sosial. Sebagian warganet menyayangkan program hilirisasi pemerintahan Jokowi yang hanya fokus pada nikel. Di kubu lainnya menyatakan dukungannya dengan program tersebut. 

Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan komentar Tom Lembong kurang tepat. Harga nikel dunia memang terjadi penurunan karena kelebihan pasokan. “Tapi bukan dipengaruhi oleh turunnya suplai,” ujarnya. 

Penurunan harga bukan disebabkan karena berlimpahnya pasokan dari Indonesia. “Itu kurang tepat juga. Justru kebijakan pelarang ekspor nikel pada 2020 menaikkan harganya cukup tinggi,” kata Fahmy. 

Ia justru melihat ke depan kesimbangan pasar akan terjadi, antara permintaan dan pasokan. Saat harga rendah, Indonesia punya kesempatan menggenjot pemakaian nikel untuk memproduksi baja tahan karat alias stainless steel

Harita Nickel
Harita Nickel (Dokumentasi perseroan)

Kondisi Pasar Nikel Global

Melansir dari pemberitaan media komoditas asal Inggris, Fast Markets, nikel menjadi logam dasar berkinerja terburuk pada tahun lalu. Harga acuannya di Bursa Metal London anjlok 45% sepanjang 2023. 

Sebagian besar proyek smelter nikel berskala besar di Indonesia, perusahaan Cina memiliki lebih dari 25% kepemilikan. Margin keuntungan mereka menghadapi ancaman besar dengan anjloknya harga acuan. 

Laju investasi besar-besaran perusahaan Tiongkok pada nikel Indonesia mungkin melambat tahun ini. Sebab, harga nikel terus merosot dan berpotensi mengikis keuntungan para produsen. 

Padahal, selama bertahun-tahun perusahaan tersebut telah berbondong-bondong datang ke Indonesia, pemilik cadangan nikel terbesar dunia. Cina melihat peluang dalam industri nikel. Terutama karena negara tersebut sedang menggenjot produksi kendaraan listriknya (EV). 

Halaman:
Reporter: Mela Syaharani
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...