Tanda Tanya Kelanjutan Kebijakan Gas Murah, ESDM: Masih Dievaluasi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) atau gas murah untuk industri akan dievaluasi sebelum diputuskan akan berlanjut atau tidak.
“Per regulasi 2024 HGBT bukan berakhir, namun harus dievaluasi. Jadi kami sedang melakukan hal tersebut bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI pada Rabu (29/5).
Dadan mengatakan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberikan banyak masukan terkait kebijakan gas murah, diantaranya tentang penilaian bahwa kebijakan ini dapat berjalan dengan baik meskipun ada beberapa angka yang kurang sesuai.
“Misalnya untuk realisasi dari investasi, dan ini kami masih dalam hal tersebut untuk segera dievaluasi,” ujar Dadan yang juga menyampaikan bahwa kebijakan HGBT memiliki sedikit kendala dari sisi suplai yang mengakibatkan pasokan gas melalui pipa PGN berkurang.
“Karena memang dari hulu migasnya berkurang dan ini sudah masuk dalam kontrak, manajemen risikonya sudah masuk. Jadi ketika terjadi kekurangan produksi bagaimana cara membaginya itu sudah ada, tapi memang betul bahwa suplai gasnya terjadi penurunan,” ucapnya.
Senada dengan Dadan, sebelumnya Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan terdapat sejumlah hal yang menjadi pertimbangan sebelum memutuskan untuk melanjutkan kebijakan ini. “Harus evaluasi dahulu, apakah gasnya cukup atau tidak. Kemudian juga kemampuan negara,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM pada Jumat (22/3).
Selain mempertimbangkan kecukupan gas serta kemampuan negara, Arifin menyebut perlu juga penghitungan serta infrastruktur penyalur gasnya. “Makanya kami perlu menghitung dulu balancenya (keseimbangan). Kemudian pipa gasnya juga harus tersambung dahulu,” ujarnya.
Kebijakan HGBT atau gas murah ini diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Berdasarkan aturan tersebut, ada tujuh sektor industri yang berhak mendapatkan gas murah sebesar US$ 6 per MMBTU yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.