Mimpi 1 Juta Barel, ESDM: Produksi Minyak 2030 Hanya 869 Ribu Bph

Ringkasan
- Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate di 6,25%, serta suku bunga deposito facility dan lending facility berturut-turut pada 5,50% dan 7,00%, berdasarkan keputusan Rapat Dewan Gubernur yang berlangsung pada 19-20 Juni 2024, dengan tujuan utama untuk menjaga inflasi dalam target sasaran 2,5% plus minus 1% untuk tahun 2024 dan 2025, serta memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui berbagai kebijakan operasi moneter dan penarikan aliran modal asing.
- Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan kebijakan makroprudensial yang longgar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memperkuat infrastruktur serta struktur industri pembayaran, dengan memperluas digitalisasi dalam sistem pembayaran, guna merespons baik kondisi domestik maupun ketidakpastian eksternal seperti dampak penguatan dolar AS dan situasi politik di Eropa.
- Keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan BI-Rate sesuai dengan prediksi beberapa ekonom yang menganggap langkah tersebut akan menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah, sekaligus mengelola perbedaan suku bunga dengan The Fed yang diharapkan memiliki ruang untuk penurunan suku bunga yang akan mendukung upaya stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi moneter.

Kementerian ESDM pesimistis target produksi minyak dalam negeri sebanyak satu juta barel per hari (bph) pada 2030 dapat tercapai. Hal ini dikarenakan performa produksi dalam negeri yang belum memungkinkan.
“Jadi kalau data yang kami yakini sekarang proyeksi lifting migas nasional kira-kira kita berada di angka 869 ribu bph tidak sampai satu juta bph untuk minyak 2030,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI pada Rabu (29/5).
Lifting migas merupakan volume produksi minyak dan gas bumi yang siap untuk dijual. Pemerintah menargetkan produksi minyak satu juta bph dan gas bumi 12 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2030.
Tidak hanya minyak yang tidak tercapai, Dadan juga menyebut target untuk produksi gas juga kemungkinan belum bisa tercapai pada 2030. “Untuk gasnya ini proyeksi terbaik berada di 10.440 ribu mmscfd, atau bisa juga angka tengah di 9.663 ribu mmscfd,” ujarnya.
Dalam APBN 2024 lifting minyak bumi ditargetkan sebanyak 635 ribu bph dan gas bumi sebesar 5.785 mmscfd. Sementara untuk 2025, lifting minyak ditargetkan 597 ribu bph. Sementara untuk lifting gasnya 1.036 ribu barel setara minyak per hari.
“Target tersebut berdasarkan data empiris 2024 dan pandangan kami. Jadi jumlah tersebut merupakan angka realistis per data yang kami punya saat ini,” ucapnya.
Selain Kementerian ESDM, proyeksi target lifting migas juga dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF).
“Dengan mencermati tensi geopolitik yang saat ini masih berlanjut maka lifting minyak bumi 580 ribu sampai 601 ribu barel per hari dan lifting gas 1.004-1.047 ribu barel setara minyak per hari,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pidatonya saat Rapat Paripurna DPR RI pada Senin (20/5).
Jika dibandingkan dengan APBN 2024, angka lifting dalam KEM PPKF lebih rendah. Apabila target lifting minyak dibandingkan menggunakan rentang tertinggi (601 ribu bph), maka target lifting minyak dalam KEM-PPKF 2025 menurun 5,35%.
Sementara untuk gas jika menggunakan rentang tertinggi (1.047 barel setara minyak per hari) meningkat 1,35%. Ini bukan kali pertama penurunan target lifting terjadi. Sebab, target lifting APBN 2024 juga menurun dibandingkan 2023.
Tahun lalu, lifting migas ditargetkan 660 MBOPD dengan realisasi 605, 5 MBOPD atau 92% dari APBN. Sementara lifting gas 6.160 MMSCFD dengan realisasi 5.378 MMSCFD atau 87% dari target APBN.