Tekan Impor, Kemendag Kaji Penggunaan Bahan Baku Industri
Situasi perdagangan global yang tak kondusif telah menyebabkan permintaan terhadap produk industri pengolahan Indonesia berkurang. Dengan melemahnya ekspor dan daya saing produk Indonesia, Kemendag akan mengkaji penggunaan impor bahan baku penolong yang bernilai tinggi pada industri pengguna.
Berdasrakan Data Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2018, ekspor industri pengolahan senilai US$ 10,88 miliar, turun 7,66% dibandingkan ekspor Agustus 2018.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, pihaknya ingin memastikan bahan baku penolong lebih banyak digunakan pengusaha untuk untuk memproduksi barang berbasis ekspor.
(Baca: Harga Bahan Baku Naik, Ekspor Produk Farmasi Makin Tertekan)
Sebab, jika bahan baku lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik, neraca perdagangan akan semakin tertekan. "Kalau yang masuk itu hanya untuk dipasarkan dalam negeri itu jadi masalah, mudah-mudahan penggunaannya untuk ekspor," kata Oke di Bandung, Kamis (18/10).
Kajian itu dilakukan dengan membandingkan produk olahan berbahan baku impor berdasarkan kontribusi masing-masing pasar. Caranya, penggunaan barang yang diperuntukan bagi pasar dalam negeri namun berbahan baku impor akan dikonversi ke dalam dolar Amerika Serikat (AS), sama seperti komoditas berbasis ekspor guna mendapatkan perbandingan keduanya.
(Baca : Industri Farmasi Paling Parah Kena Dampak Pelemahan Rupiah)
Menurut BPS, impor bahan baku masih berkontribusi besar 74,82% atau senilai US$ 10,92 miliar terhadap total impor. Meskipun terjadi penurunan 13,53% pada September 2018 dibandingkan Agustus 2017, namun jika dibandingkan dengan bulan yang sama taun lalu, terjadi peningkatan sebesar 13,09%.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman menyatakan banyak proteksi non-tarif yang dilakukan negara lain untuk melindungi industri pengolahan dalam negeri. "Pendaftaran produk makanan dan minuman untuk kawasan Asia Tenggara sekarang memakan waktu yang cukup lama," kata Adhi.
Berdasarkan catatan BPS, industri manufaktur menyumbang 73,37% dari keseluruhan ekspor Indonesia pada September 2018. Industri makanan dan minuman merupakan salah satu sektor andalan Indonesia yang tumbuh 8,67% pada semester pertama 2018.
Adhi menjelaskan pembahasan tentang hambatan dagang di Asia Tenggara pun bakal dibicarakan pada pertemuan bisnis di Singapura, pekan depan. Karena ketidakpastian perdagangan luar negeri, Gapmmi juga memproyeksikan ekspor masih tetap sama, setidaknya sama dengan tahun lalu.
Berdasarkan kesulitan tersebut, Adhi meminta pemerintah mempercepat penyelesaian perjanjian perdagangan. "Saya mendorong Indonesia untuk melakukan perundingan bilateral ke negara tujuan ekspor, agar tidak semakin berat," ujarnya.