Kenaikan Tarif Pajak Dinilai Tak Signifikan Menekan Impor

Image title
Oleh Ekarina
10 September 2018, 10:22
Pelabuhan Ekspor
Arief Kamaludin|KATADATA

Misalnya, terkait potensi retaliasi dari negara pengimpor karena pasarnya terancam terhambat. Selain itu, pembatasan impor barang konsumsi juga ada kekhawatiran terkait dampaknya terhadap inflasi ataupun pemutusan hubungan kerja (phk) khususnya pada beberapa peretail atau distributor kecil karena harga barang menjadi mahal.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan peraturan menteri terkait pembatasan impor sejumlah 1.147 barang konsumsi melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2018. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pembatasan impor tersebut bertujuan memperbaiki defisit neraca perdagangan. Penerapannya berlaku efektif tujuh hari setelah peraturan ditandatangani pada Rabu (5/9).

"Kami mengidentifikasi barang-barang apa saja yang bisa kami kendalikan. Kami detilkan penelitian agar (pembatasan impor) tak pengaruh ke perekonomian," katanya, di Jakarta, Rabu (5/9).

Sementara Menteri Perindustrian Airlangga Hartato menyebutkan pengendalian impor menjadi momentum dan bentuk keberpihakan pemerintah guna memacu produktivitas dan daya saing industri nasional. Penerapan PPh 22 akan dibedakan berdasarkan sifat produk yang digunakan oleh industri hulu, antara, atau hilir dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan produksi dan perkembangan industri nasional. “Prinsipnya, kalau belum diproduksi di dalam negeri, kami tidak utak-atik, seperti bahan baku untuk industri farmasi,” ujarnya, Jumat (7/9).

 (Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: Kestabilan Harga Bikin Agustus Deflasi)

Adapun, hasil tinjauan terhadap penyesuaian tarif PPh Pasal 22 ini dilakukan melalui instrumen fiskal, yang mana sebanyak 210 item komoditas yang sebelumnya dikenakan tarif PPh 22 sebesar 7,5% naik menjadi 10% untuk barang mewah, termasuk mobil impor utuh (CBU) bermesin di atas 3.000 cc dan sepeda motor bermesin besar (di atas 500 cc).

Selanjutnya, 218 item dengan tarif PPh awal 2,5% naik menjadi 10%, meliputi barang konsumsi yang sebagian besar bisa diproduksi di dalam negeri, seperti barang elektronik, produk keperluan sehari-hari (sabun, sampo, dan kosmetik), serta peralatan masak dan dapur.

Sisanya, 719 item dari tarif PPh 22 yang 2,5% naik menjadi 7,5%, berupa barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contoh komoditasnya antara lain bahan bangunan (keramik), ban, peralatan elektronik audio-visual, dan produk tekstil.

Pengendalian keran impor dengan menaikan tarif PPh bukan pertama kali dilakukan pemerintah. Kebijakan serupa diterapkan pada 2013 melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 175/PMK.011/2013. Beleid ini merespons taper tantrum. Kala itu PPh Pasal 22 untuk 502 komoditas konsumsi naik dari 2,5% menjadi 7,5%.

Pada 2015, kebijakan tersebut berlanjut dengan dipayungi PMK Nomor 107/PMK.010/2015. Peraturan ini mengatur kenaikan PPh Pasal 22 atas 240 barang konsumsi dari 7,5% menjadi 10%. Ratusan komoditas tersebut merupakan produk yang PPNBM-nya (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) dihapus.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...