Genjot Pasar Afrika, Mendag Pimpin Misi Dagang ke Tunisia dan Maroko

Image title
Oleh Ekarina
25 Juni 2018, 13:36
Kurma
Arief Kamaludin|Katadata
Kurma di sebuah pasar swalayan di Jakarta, Senin (21/07/2014). Badan Pusat Statistik mencatat impor kurma melonjak jelang Ramadan.

Pemerintah terus menggenjot penetrasi ekspor di kawasan pasar non tradisional, Afrika. Untuk mencapai target ekspor, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memimpin langsung rangkaian misi dagang ke Tunisia dan Maroko yang digelar pada 24-28 Juni 2018.

"Afrika merupakan pasar potensial bagi produk Indonesia dan Kemendag berkomitmen memaksimalkan kawasan tersebut. Tunisia dan Maroko diharapkan dapat menjadi hub bagi produk Indonesia di kawasan Afrika, khususnya Afrika bagian Utara dan Uni Eropa," kata Enggar dalam keterangan resmi, Minggu (24/6).

Tunisia telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement) dengan Uni Eropa sejak 2008. Sehingga Tunisia dikenakan tarif bea masuk 0%  setiap mengekspor produknya ke Eropa.  Karenanya, hal ini dinilai dapat dimanfaatkan Indonesia untuk mengekspor produknya ke Eropa melalui Tunisia.

"Dengan demikian, produk kita akan menjadi lebih kompetitif," ujarnya.

(Baca : Gencarkan Misi Dagang, Pemerintah Siap Bertolak ke Bangladesh)

Misi dagang Indonesia ke Tunisia, pemerintah membawa serta 21 pelaku bisnis dari 11 perusahaan dan lembaga dari berbagai sektor usaha. Sedangkan misi dagang ke Maroko diikuti sebanyak 35 pelaku usaha dari 18 perusahaan dan pemerintah daerah Sumatra Barat. Sektor usaha tersebut antara lain minyak kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, makanan dan minuman, rempah-rempah (pala, lada, cengkeh), peralatan medis, perhiasan, furnitur, bahan bangunan, produk-produk militer, ban, dan karet.

Turut serta pula Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI), Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan KSO SucofindoSurveyor Indonesia.

Menurut Enggar, misi dagang merupakan salah satu cara penetrasi pasar ekspor untuk meningkatkan volume perdagangan. Karena pelaku usaha dapat bertemu langsung dengan para mitranya.

Pada rangkaian misi dagang ke Tunisia, Mendag Enggar akan diterima Perdana Menteri Tunisia Youssef Chahed pada 25 Juni 2018. Selanjutnya, Mendag dijadwalkan bertemu dengan beberapa Menteri Tunisia yaitu Menteri Perdagangan Tunisia Omar Behi, Menteri Industri dan SMEs Slim El Feriyani, Menteri Luar Negeri Khemaies Jhinaoui; serta Menteri Pengembangan, Investasi, dan Kerja Sama Internasional Zied Ladhari.

Kedua negara juga rencananya akan melakukan perundingan bilateral terkait kesepakatan tarif preferensi (Preferential Tariff Agreement/PTA) dengan Tunisia. Tingginya tarif bea masuk Indonesia ke Tunisia saat ini, menjadi salah satu alasan sulitnya produk Indonesia untuk menembus pasar Tunisia, kendati produk-produk Indonesia cukup kompetitif.

(Baca : Misi Dagang ke India, Kemendag Incar Transaksi Rp 28,67 Triliun)

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Arlinda juga menyampaikan bahwa masih belum cukup banyak produk Indonesia yang masuk ke Tunisia. “Dengan misi dagang ini diharapakan dapat diperoleh hasil yang maksimal sehingga ekspor Indonesia ke Tunisia dapat terus meningkat," ujar Arlinda.

Menurut catatan Kemendag, pada 2017, ekspor produk nonmigas Indonesia ke Tunisia sebesar US$ 55,19 juta. Sedangkan impor produk nonmigas nilainya sekitar US$ 32,77 juta. Dengan begitu, Indonesia mencatat surplus perdagangan
dengan Tunisia sebesar USS 22,42 juta.

Komoditas ekspor utama Indonesia ke Tunisia antara lain minyak kelapa sawit dan turunannya (58,27%); minyak kelapa dan turunannya/kopra (5,3%); palm kernel (10,57%); benang filamen sitetis (2,42%); serat benang sintetis (2,75%); lysine (3,34%).
Impor Indonesia dari Tunisia antara lain kurma (59,47%); calcium hydrogenorthophosphate (5,63%); calcium phosphates (9,83%); electrical switches (7,17%); serta kulit domba (2,51%).

Kemendag juga mencatat, perdagangan bilateral Indonesia dan Maroko pada periode Januari-Maret 2018 sebesar US$ 43,20 juta atau naik 22% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US$ 35,30 juta. Adapun pada tahun lalu, total perdagangan kedua negara sempat mengalami penurunan 2% menjadi US$ 154 juta, dari 2016 yang tercatat sebesar US$ 157 juta.

Komoditas Indonesia yang diekspor ke Maroko yaitu benang serat stapel sintetik, kopi, kendaraan bermotor, minyak hewani dan nabati, serta lisina. Sementara produk impor utama Indonesia dari Maroko termasuk fosfat, pakaian, tembaga, transistor, dan alas kaki.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...