Sulit Kerek Rasio Listrik, Biaya Sambungan di Pelosok Aceh Rp 150 Juta

Miftah Ardhian
6 April 2017, 09:20
Listrik
Katadata | Arief Kamaludin

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menghadapi tantangan berat untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di desa-desa ataui daerah pedalaman di Indonesia. Untuk melistriki satu pelanggan saja, biaya yang harus dikeluarkan oleh pelanggan di desa terpencil di Aceh saja bisa mencapai Rp 150 juta.

Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, terdapat perbedaan signifikan antara biaya yang dikeluarkan untuk sambungan listrik pertama pelanggan di desa terpencil dengan pelanggan yang berada di Jakarta atau Pulau Jawa. Pada umumnya, biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk memperoleh sambungan listrik di Jakarta dan Pulau Jawa hanya sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta.

"Tapi di pedalaman Aceh mahal sekali, bisa mencapai Rp 150 juta," ujar Sofyan saat konferensi pers kinerja PLN tahun 2016 di kantor pusat PLN, Jakarta, Rabu (5/4). (Baca: Jonan Sahkan Rencana Baru Pengadaan Listrik Hingga 2026)

Pembengkakan biaya sambungan di desa pedalaman, seperti di pelosok Aceh tersebut, karena wilayah itu belum memiliki transmisi listrik. Alhasil, PLN harus menarik kabel atau membangun transmisi ke wilayah tersebut hanya untuk melayani satu desa yang mungkin hanya berisi 10 pelanggan.

Namun, Sofyan menekankan, masyarakat di desa tersebut tidak akan dikenakan biaya yang terlalu besar. Dana untuk menyambungkan listrik ke pedalaman akan diambil dari subsidi silang dengan pelanggan di kota besar, khususnya di Jakarta dan Pulau Jawa.

Direktur Perencanaan Korporat PLN Nicke Widyawati mengatakan, hingga kini masih ada 2.510 desa yang sama sekali belum menikmati listrik. Penyebabnya, letaknya terpencil dan sulit terjangkau. Sementara itu, masih ada sekitar 11.300 desa yang sudah dialiri listri namun para pelanggannya hanya bisa menikmati listrik kurang enam jam dalam satu hari.

Nicke mengatakan, tantangan terberat PLN adalah melistriki desa-desa. "Rasio elektrifikasi tahun 2016 memang sudah mencapai sekitar 91 persen. Tetapi, sisanya ini justru yang paling sulit dilakukan," ujarnya. (Baca: Revisi Rencana Listrik: Pembangkit Batubara Dominan, Gas Berkurang)

Ia menambahkan, desa-desa tersebut berada di area Nusa Tenggara Timur (NTT), pulau-pulau kecil di Sumatera, dan di Maluku serta Papua. Menurut Nicke, untuk meningkatkan efisiensi biaya maka PLN mengoptimalkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sesuai dengan energi primer yang ada di wilayahnya masing-masing.

Dengan begitu, target rasio elektrifikasi sekaligus rasio EBT dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026, dapat tercapai.

Secara lebih rinci, Direktur Bisnis Region Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Machnizon Masri mengatakan, salah satu provinsi yang desanya paling banyak belum terlistriki adalah NTT. Jumlahnya sebanyak 1.200 desa.

PLN menargetkan, satu kabupaten di Flores Timur sudah akan mulai terlistriki tahun ini melalui program pembangunan pembangkit listrik di wilayah tersebut. "Bulan depan sudah lelang. Perkiraan Juli mulai pekerjaan sampai dengan November," ujarnya.

(Baca: PLN Bangun Kabel Bawah Laut untuk Alirkan Listrik ke Lombok)

Sementara itu, Direktur Bisnis Regional Sumatera Amir Rosyidin mengatakan, tercatat masih ada 1.200 desa yang sudah teraliri listrik namun kondisinya masih minimal. Untuk meningkatkan kehandalan kelistrikan Sumatera, PLN menargetkan akan menambah 398 gardu induk di wilayah-wilayah desa terpencil. Tujuannya juga mengurangi biaya sambungan listrik ke daerah itu.

"Ini untuk mendekat ke desa-desa. Kalau tidak begitu, (biaya pemasangan listrik) satu pelanggan di pedalaman Aceh bisa Rp 150 juta karena di daerah terpencil," ujarnya.

Editor: Yura Syahrul

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...