Strategi Bertahan Pengusaha Hadapi Ancaman Resesi Ekonomi

Rizky Alika
2 September 2020, 17:19
Strategi Bertahan Pengusaha Hadapi Ancaman Resesi Ekonomi .
ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/wsj.
Sejumlah pekerja beraktivitas di Pabrik Garmen PT Daehan Global di Desa Cimohong, Brebes, Jawa Tengah, Jumat (29/5/2020). Pengusaha mulai mempersiapkan langkah menghadapi ancaman resesi ekonomi.

Hal lain yang tak kalah penting, pemerintah juga diminta untuk segera menangani kasus Covid-19. Langkah ini dinilia penting dan mendesak untuk pemulihan ekonomi dan kesehatan masyarakat. 

Sebelumnya, sejumlah menteri  memproyeksikan ekonomi akan masuk ke jurang resesi. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia Mahfud MD menilai pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga akan kembali minus.

"Bulan depan hampir dapat dipastikan 99,9% akan terjadi resesi di Indonesia," kata Mahfud. 

Pendapat ini didasarkan pengamatannya terhadap kondisi ekonomi yang semakin turun. Sebab, daya beli masyarakat belum meningkat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menilai pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga sulit bangkit. Ia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi kuartal selanjutnya akan minus 2% sampai 0%.

“Untuk bisa masuk ke zona nol persen butuh perjuangan luar biasa berat,” kata Sri Mulyani ketika menyampaikan APBN KiTa secara daring, Selasa (25/8).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyatakan, beratnya upaya mengungkit perekonomian Indonesia terlihat dari penerimaan pajak yang masih rendah. “Ini yang lebih menggambarkan denyut ekonomi kita meski pun beberapa sektor bebas pajak,” ujarnya. 

Sepanjang semester I 2020, negara hanya mengantongi penerimaan pajak sebesar Rp 531,7,triliun, jauh di bawah target awal sebesar Rp 1.198 triliun. Ini artinya, realisasi penerimaan pajak terkontraksi hingga 12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Di lain pihak, Ekonom senior INDEF, Faisal Basri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2020 akan minus 3%. Lebih baik dari kuartal kedua yang terkontraksi sebesar 5,32%. Namun, angka ini lebih dalam dari proyeksi Menkeu Sri Mulyani yang antara minus 2% sampai nol persen.

Penyebab minusnya pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga, menurut Faisal adalah konsumsi masyarakat masih lemah. Masyarakat menahan diri untuk tak berbelanja mengingat ketidakpastian ekonomi masih besar.

Sehingga, komponen penyumbang 57,85% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ini belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Lemahnya konsumsi, kata Faisal, bisa terlihat dari penjualan mobil yang masih minus 50% untuk periode Januari-Juli tahun ini dan pariwisata minus 80% dibandingkan tahun kemarin.

“Masyarakat meskipun ekonomi mulai membaik, terjadi perubahan pola pikir,” kata Faisal dalam Rapat Pendapat Umum bersama Komisi VI DPR, Senin (31/8).

Resesi adalah pertumbuhan ekonomi minus selama dua kuartal berturut-turut atau tumbuh melambat dalam waktu lama. Bila proyeksi Faisal terbukti, maka negeri ini resmi mengalami resesi.

 

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...