Produsen Masker Diramal Beralih ke Garmen Pasca-Pelonggaran Aturan
Pemerintah memperbolehkan masyarakat melepas masker di luar ruangan mulai hari ini. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan, para produsen beralih ke produksi garmen.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh menilai, masih ada beberapa sektor yang membutuhkan masker medis seperti tenaga kesehatan. Masker juga dibutuhkan untuk beraktivitas di dalam ruangan.
Namun, permintaan masker medis akan menurun pasca-pemberlakuan pelonggaran kebijakan tersebut. “Tetapi tetap lebih besar dibandingkan sebelum ada pandemi Covid-19,", kata Elis kepada Katadata.co.id, Rabu (18/5).
Kemenperin mencatat, produksi masker medis 4,63 miliar lembar tahun lalu. Sedangkan kebutuhan dalam negeri hanya 176,59 juta.
Alhasil, 4,45 miliar lembar atau 14.254 ton masker medis menumpuk di gudang-gudang industri.
“Mereka menghentikan sementara produksi, karena permintaan sudah sangat terbatas, stok menumpuk, dan ekspor sangat ketat pasarnya," kata Elis.
Elis mengatakan, pemangku kepentingan masih mencari cara untuk mendaur ulang alat pelindung diri (APD) dan masker medis. Sebab, kedua produk ini mencemari lingkungan dan menghambat pelaku industri daur ulang dalam berproduksi.
"Pengolahannya masih dalam tahap penelitian terkait potensi diproses lebih lanjut menjadi produk tekstil lagi. Saat ini, tetap lebih banyak dimusnahkan melalui insenerator," ujar Elis.
Menurutnya, produsen masker kain akan beralih ke produksi garmen pasca-pelonggaran kebijakan.
Pada awal pandemi Covid-19, pemerintah melalui Kemenperin mengarahkan pelaku industri garmen untuk memproduksi masker dan APD dari kain. Produksi masker kain selama April - Desember 2020 pun mencapai 490,16 juta unit, sementara APD kain 16,41 juta unit.
Sedangkan kini, permintaan garmen terus meningkat seiring pemulihan ekonomi nasional. Ia memprediksi, industri pakaian jadi tumbuh 10,15% pada kuartal II 2022.
Namun, total pertumbuhan industri pakaian jadi sepanjang tahun ini diperkirakan hanya 5,84%. Sebab, permintaan biasanya melambat pada paruh kedua.