Apindo Sebut Puluhan Ribu Pekerja Sudah Kena PHK Tahun Ini
Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menyatakan sudah ada puluhan hingga ratusan ribu karyawan manufaktur yang terkena pemutusan hubungan kerja tahun ini. Pemutusan hubungan kerja atau PHK terjadi pada sektor padat karya yang berorientasi pada ekspor, khususnya Amerika Serikat dan Eropa.
Ketua Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo, Anton J. Supit, mengatakan bahwa pemutusan hubungan kerja disebabkan oleh permintaan ekspor yang menurun. Tiga industri yang secara terbuka menyatakan sudah terdampak yaitu industri garmen dan sepatu.
"Ini tidak bicara pasar dalam negeri. Namun industri garmen dan sepatu mengalami masalah karena order ekspor menurun,"ujar Anton kepada Katadata.co.id, Kamis (27/10).
Dia mengatakan, permintaan ekspor industri alas kaki atau sepatu menurun hingga 50%. Sementara permintaan ekspor industri garmen turun hingga 30%.
"Situasi seperti ini diperkirakan akan terus terjadi hingga akhir 2023. Kita betul-betul kalau tidak ada order akan sagat berat mempertahankan pekerja,"ujarnya.
Namun demikian, Anton mengatakan, tidak semua manufaktur terimbas gelombang PHK. Beberapa industri mengalami peningkatan ekspor misalnya saja otomotif dan CPO.
"Untuk industri kendaraan yang pasarnya timur tengah, ekspornya meningkat. Jadi tidak semua manufaktur terkena,"ujarnya.
Jam kerja karyawan dikurangi
Ketua Umum Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, mengatakan pengurangan pegawai pada industri tekstil terjadi sejak September. Sebagian pekerja juga sudah banyak yang dirumahkan.
"Bila mana keadaan memburuk terus, mau tidak mau perusahaan sudah mulai mem PHK karyawannya," ujar Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, kepada Katadata.co.id, pada Rabu (26/10).
Jemmy mengatakan, kinerja industri tekstil telah turun hingga 30% sejak September lalu. Dia mengatakan, banyak produksi TPT Indonesia yang tidak bisa dipasarkan karena daya beli menurun terutama untuk ekspor.
Dia mengatakan, inflasi yang terjadi pada sejumlah negara tujuan ekspor TPT Indonesia menyebabkan permintaan menurun.
"Gak da sentimen positif yg mendrive permintaan bisa naik, tidak ada permintaan. Karena kondisi Global nya juga jelek. Market ekspor TPT Indonesia seperti Eropa dan Amerika melemah tajam,"ujarnya.
Jemmy mengungkapkan, adanya resesi global 2023 akan sangat berdampak pada industri tekstil. Pasalnya, saat ini banyak dari anggota asosiasi yang sudah mengurangi jam operasiona perusahaan tekstil mereka.
"Jadi dulu biasanya rata-rata perusahaan tekstil bekerja 7 hari dalam satu minggu, tiap hari bekerja selama 24 jam. Namun sekarang hanya bekerja maksimum 5 hari, pada Sabtu-Minggu diliburkan," ujarnya.
Produk domestik regional bruto (PDB) industri pakaian jadi dan tekstil atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp180,22 triliun pada 2021.
Jika diukur menurut PDB atas dasar harga konstan (2010), industri pakaian jadi dan tekstil nasional kembali mengalami kontraksi sedalam 4,08% pada tahun lalu dibanding tahun sebelumnya. Kontraksi tersebut merupakan yang kedua kalinya dalam 2 tahun secara beruntun.