Bahlil: Penutupan SVB Bakal Berdampak pada Ekonomi dan Investasi di RI

Nadya Zahira
15 Maret 2023, 15:21
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sekaligus Ketua Dewan Kehormatan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahadalia menyampaikan sambutan saat Rapat Tim Perumus Pleno Munas XVII HIPMI di Badung, Bali, Sabtu (7/
ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/tom.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sekaligus Ketua Dewan Kehormatan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahadalia menyampaikan sambutan saat Rapat Tim Perumus Pleno Munas XVII HIPMI di Badung, Bali, Sabtu (7/1/2023). Kegiatan lanjutan dari Musyawarah Nasional HIPMI XVII itu diselenggarakan untuk membahas program kerja dan sejumlah rekomendasi yang akan disampaikan ke pemerintah sesuai dengan kondisi perekonomian terkini.

Kementerian Investasi tengah melakukan kajian terhadap dampak penutupan Silicon Valley Bank atau SVB pada investasi. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa kejatuhan SVB akan berdampak pada ekonomi dan investasi di Indonesia.

"Kami saat ini sedang melakukan kajian itu, seberapa dalam pengaruhnya ke Indonesia," ujar Bahlil dalam acara 'Fortune Indonesia Summit 2023' di The Tribrata, Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Rabu (15/3)

Bahlil mengatakan bahwa SVB yang mengalami kebangkrutan tersebut bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Hal ini bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan investasi di Indonesia.

"Saya pikir begini ya, kasus Silicon Valley ini kan terjadi di Amerika dan pasti akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Kalau ditanya dampaknya ke Indonesia ada atau tidak, sedikit banyaknya pasti akan ada, dan berpengaruh juga sedikitnya ke investasi kita" ujarnya.

Dia menuturkan, Silicon Valley Bank hanya satu dari beberapa bank di AS yang diprediksi mengalami kegagalan seperti saat ini. Pasalnya, menurut informasi yang diterimanya, ada beberapa bank lainnya yang juga berpotensi akan mengalami nasib seperti SVB.

"Perkembangan yang ada sekarang, menurut informasi yang saya dapat bukan hanya Silicon Valley saja, tapi ada beberapa bank lagi yang berpotensi mengalami hal yang sama," ujarnya.

SVB Ambruk

Silicon Valley Bank didirikan pada 1983 dengan spesialisasi pembiayaan bagi perusahaan rintisan teknologi. Mereka menyediakan pembiayaan untuk hampir setengah dari perusahaan teknologi. 

SVB termasuk di antara 20 bank komersial Amerika teratas. Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan AS, total asetnya pada akhir tahun lalu mencapai $209 miliar  atau setara Rp 3.258 triliun mengacu kurs JISDOR periode yang sama. 

Kebangkrutan SVB disebabkan rush money atau penarikan uang tunai di bank yang dilakukan serentak oleh masyarakat dan dalam jumlah besar. 

Kejatuhan SVB berawal dari kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, yang mulai menaikkan suku bunga sejak tahun lalu untuk menekan lonjakan inflasi. The Fed secara agresif menaikkan suku bunga yang menyebabkan biaya pinjaman menjulang, melemahkan momentum kenaikan saham teknologi yang selama ini menguntungkan SVB.  

Suku bunga yang lebih tinggi juga mengikis nilai obligasi jangka panjang yang digenggam oleh SVB dan bank lain selama era suku bunga yang sangat rendah dan mendekati nol. Portofolio obligasi SVB senilai US$ 21 miliar menghasilkan rata-rata 1,79%, sementara imbal hasil Treasury 10 tahun saat ini adalah sekitar 3,9%. 

Pada saat yang sama, modal ventura mulai mengering, memaksa para pemula untuk menarik dana yang dipegang oleh SVB. Bank pun terpaksa menjual banyak surat berharga miliknya dengan kerugian di saat laju penarikan dana oleh nasabah meningkat. kepanikan pun mulai berakar dan semakin menjalar. 

Pada Rabu (8/3), SVB mengumumkan telah menjual banyak surat berharganya secara rugi dan akan menjual US$2,25 miliar saham baru untuk menopang neracanya. Hal ini memicu kepanikan di antara perusahaan modal ventura utama, yang dilaporkan menyarankan perusahaan untuk menarik uang mereka dari bank.

Saham bank mulai anjlok pada Kamis pagi (9/3) dan pada sore hari menyeret saham bank lain turun bersamanya karena investor mulai takut akan terulangnya krisis keuangan 2007-2008. 

Akhirnya, perdagangan saham SVB dihentikan pada Jumat (10/30). Regulator California turun tangan, menutup bank dan menempatkannya dalam kurator di bawah Federal Deposit Insurance Corporation.

Adapun menurut data S&P Global Market Intelligence, kebangkrutan SVB merupakan yang terbesar kedua di AS sejak 2008.

"Sebanyak 465 bank AS bangkrut selama periode 2008-2012, kemudian 42 bank bangkrut pada 2013-2014. Sejak 2015 sampai sekarang, hanya ada 30 bank AS yang bangkrut, termasuk Silicon Valley," kata tim S&P Global dalam laporannya, Jumat (10/3/2023).

Reporter: Nadya Zahira

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...