Harga Beras Cetak Rekor Tertinggi Sejak 2018
Harga beras terus naik hingga mencetak rekor tertinggi sejak 2018. Badan Pusat Statistik mencatat inflasi beras September 2023 mencapai 5,61% secara bulanan, tertinggi sejak Februari 2018.
"Kenaikan harga beras tersebut disebabkan berkurangnya pasokan akibat kemarau berkepanjangan dan penurunan produksi akibat E Nino," ujar lt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers virtual, Senin (2/10).
Kenaikan harga beras tersebut berdampak pada inflasi September 2023 yang mencapai 0,19%. Kontribusi harga beras ke inflasi mencapai 0,18%.
Sementara itu harga beras eceran mencapai Rp 13.799 per kg. harga tersebut naik 5,61% secara bulanan atau 18,44% secara tahunan.
"Di beberapa negara penghasil utama beras dunia, seperti Thailand, Vietnam, dan India, sudah mulai terjadi penurunan produksi yang beras," katanya.
Harga Beras Tertinggi di Papua
Badan Pangan Nasional atau Bapanas mendata rata-rata nasional harga beras medium pada akhir September 2023 mencapai Rp 13.230 per kilogram (Kg). Sementara itu, harga beras premium senilai Rp 14.840 per Kg.
Bapanas menemukan rata-rata harga beras premium maupun medium tertinggi ditemukan di Papua atau senilai Rp 17.980 per Kg. Adapun, harga beras medium di Papua mencapai Rp 15.740 per Kg.
Di samping itu, rata-rata harga beras premium terendah ada di Banten yang senilai Rp 13.840 per Kg, sedangkan harga beras medium termurah di Kalimantan Selatan yang hanya Rp 12.050 per Kg.
Bapanas mencatat rata-rata nasional harga beras premium telah tumbuh 17,87% pada akhir September 2023 dari capaian akhir September 2022 senilai Rp 12.590 per Kg. Selain itu, harga beras medium tumbuh 19,83% secara tahunan dari Rp 11.040 per Kg pada akhir September 202.
Sebelumnya, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi menekankan NFA dan Perum Bulog berkomitmen mengamankan stok beras negara hingga April 2024. Hal tersebut dinilai penting lantaran Badan Pusat Statistik memprediksi neraca beras bulanan akan memasuki masa defisit pada akhir 2023.
Dia mengatakan prediksi tersebut diperburuk dengan data historis yang menunjukkan produksi beras pada Agustus-Desember selalu lebih rendah dari Januari-Juni.
"Ini tentunya harus diantisipasi karena kita tidak hanya berhadapan dengan defisit tersebut, tapi juga ada momentum natal dan tahun baru, serta Pemilu pada April 2024,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (27/9).