Aturan Perhitungan UMP 2024 Ditolak Buruh, Didukung Pengusaha

Andi M. Arief
14 November 2023, 16:06
buruh, upah buruh, ump, ump 2024
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Ilustrasi. Buruh meminta kenaikan UMP 2024 sebesar 15%.

Kementerian Ketenagakerjaan menyebut, menerima banyak surat penolakan formula kenaikan Upah Minimum Provinsi dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan dari kelompok buruh. Namun, surat penolakan tersebut dinilai memiliki kedudukan hukum yang lemah.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker Indah Anggoro Putri menyampaikan, seluruh surat penolakan tersebut berasal dari Dewan Pengupahan Daerah unsur buruh. Sementara itu, unsur Dewan Pengupahan Daerah lainnya tidak mengajukan penolakan, bahkan sebagian menyatakan dukungan.

Dewan Pengupahan Daerah terdiri dari empat unsur, yakni buruh, pengusaha, pemerintah, dan akademisi. Oleh karena itu, Indah menilai surat penolakan tersebut tidak mewakili suara Dewan Pengupahan Daerah.

"Betul kami sudah menerima beberapa surat penolakan terhadap formula, seperti dari Dewan Pengupahan Bekasi dan Dewan Pengupahan Bogor. Namun penolakan bukan dari semua unsur Dengan Pengupahan daerah tersebut," ujarnya.F

Formula kenaikan UMP 2024 adalah proyeksi inflasi yang ditambah jumlah perkalian antara proyeksi pertumbuhan ekonomi dan alfa. Adapun, rentang alfa yang dimaksud adalah 0,1 sampai 0,3.

Indah menyampaikan, Asosiasi Pengusaha Indonesia telah mengirimkan surat dukungan terhadap formula tersebut. Ia mengakui, pembentukan PP No. 51 Tahun 2023 yang memuat formula kenaikan UMP 2024 tidak berjalan mulus.

Ia mencatat, penggodokan PP No. 51 Tahun 2023 telah berjalan sejak April 2023. Namun beleid tersebut baru terbit pada akhir pekan lalu, Jumat (10/11). Dengan kata lain, pembuatan aturan tersebut memakan waktu sekitar delapan bulan.

Indag mengaku beberapa kali mengubah lokasi penggodokan beleid tersebut untuk menurunkan tensi antara anggota Dewan Pengupahan Nasional, seperti Yogyakarta, Bogor, dan Jakarta. "Sengit memang pembahasannya, tapi akhirnya terwujud. Jadi, ruh-nya PP Nomor 51 Tahun 2023 itu dari Dewan Pengupahan Nasional," katanya.

Indah mengakui pertimbagan penerbitan PP Nomor 51 Tahun 2023 adalah formula kenaikan UMP yang tidak baik pada PP Nomor 36 Tahun 2021. Adapun PP Nomor 51 Tahun 2023 adalah revisi langsung dari PP No. 36-2021.

Formula penyesuaian upah minimum pada PP No. 36-2021 menggunakan variabel rata-rata konsumsi per kapita dan jumlah anggota rumah tangga selain pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Indah menilai penyesuaian upah minimum dari rumus tersebut terlalu kecil.

"Jadi, formula itu kami perbaiki dan terbitlah rumus saat ini dalam PP Nomor 51 Tahun 2023," katanya.

Indah menyampaikan, PP Nomor 51 Tahun 2023 akan menjaga upah minimum dari pertumbuhan ekonomi negatif.  Pertumbuhan ekonomi nasional sempat tercatat negatif 2,07% pada 2020 saat pandemi Covid-19. 

Indah menyebutkan upah minimum tidak akan berubah atau sama dengan tahun sebelumnya jika pertumbuhan ekonomi tercatat negatif. Selain itu, Indah mengatakan, beleid pengupahan teranyar tersebut menugaskan Dewan Pengupahan Daerah untuk menentukan indeks tertentu dalam formula UMP teranyar.

Alfa adalah variabel yang merepresentasikan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Indah menyebut, penentuan alfa di dalam negeri cukup sulit karena minimnya data.

Oleh karena itu, formula yang digunakan untuk menghitung alfa di dalam negeri adalah total kompensasi tenaga kerja suatu periode dibagi dengan produk domestik regional bruto pada periode yang sama. Dari pertimbangan tersebut mayoritas daerah memiliki alfa antara 0,1 dan 0,3.

Aturan Perhitungan UMP 2024 Berlaku Seterusnya

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan formula UMP pada PP Nomor 51 Tahun 2023 akan terus berlaku setelah 2024. Pemerintah tidak memberi batas waktu berlakunya formula tersebut.

Ida menilai, PP Pengupahan anyar tersebut memiliki masa serap aspirasi terpanjang baik sebelum maupun setelah draf PP No. 51-2023 rampung. Oleh karena itu, Ida berpendapat waktu penerbitan beleid tersebut sudah sangat tepat.

"Peraturan ini lebih dekat dekat dengan teori apapun terkait pengaturan pengupahan apapun," katanya.

Ida mengakui formula penyesuaian upah minimum dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 secara prinsip tidak berubah dari formula Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Perbedaan PP Nomor. 51 Tahun 2023 dan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 adalah masa berlakunya. Selain itu, PP No. 51-2023 tidak memiliki batasan kenaikan UMP seperti di Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 sebesar 10%.

Ia pun menyatakan telah melakukan sosialisasi implementasi PP No. 51-2023 pada seluruh Dinas Ketenagakerjaan di penjuru negeri. Ida berharap implementasi beleid tersebut diterima sebagai bentuk mendekatkan kepentingan pengusaha dan pekerja.



Reporter: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...