Menperin Sebut PMI Manufaktur Jeblok karena Kebijakan Relaksasi Impor
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut angka purchasing manager''s index atau PMI Manufaktur Indonesia yang turun ke angka 49,3 poin pada Juli 2024 akibat relaksasi impor.
Posisi sektor manufaktur saat ini, menurut dia, sangat sulit karena kondisi global. "Oleh sebab itu, para menteri jangan mengeluarkan kebijakan yang justru semakin membunuh industri," katanya di Jakarta, Kamis (1/8), dikutip dari Antara.
PMI manufaktur pada Mei hingga Juli 2024 terus menurun bilan dibandingkan April 2024 alias sebelum pemberlakuan relaksasi impor. Pada April angkanya di 52,9, lalu tiga bulan berikutnya masing-masing 52,1, lalu 50,7, dan 49,3.
Angka di bawah 50 menunjukkan sektor manufaktur Indonesia masuk kategori konstraksi. Posisi ini merupakan yang pertama terjadi sejak Agustus 2021.
Agus menyebut pentingnya sinergi kebijakan antarkementerian dan lembaga guna mengembalikan angka PMI manufaktur tersebut. "Kemenperin tidak bisa sendiri. Menjaga kinerja sektor manufaktur bukan saja mempertahankan agar nilai tambah tetap dihasilkan tapi juga melindungi tersedianya lapanga kerja bagi rakyat Indonesia," katanya.
Pemerintah sebelumnya memberi relaksasi 26 ribu kontainer agar dapat keluar dari pelabuhan. Secara rinci, sebanyak 17.304 kontainer sebelumnya tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Lalu, 9.111 kontainer menumpuk di Pelabuhan Tanjung Perak, Jawa Timur. Seluruh kontainer tiba pada periode 10 Maret sampai 17 Mei 2024.
Puluhan ribu kontainer itu sempat tertahan karena banyak importir tidak dapat memenuhi syarat-syarat baru dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang berlaku pada 10 Maret 2024. Isi di dalam kontainer itu adalah besi dan baja, tekstil dan produk tekstil (TPT), barang elektronik, dan kosmetik.
Direktur Ekonomi S&P Global Market Intelligence Paul Smith yang merilis PMI manufaktur Indonesia menyampaikan permintaan terhadap barang dan kondisi ketenagakerjaan menurun dengan kecepatan tertinggi sejak September 2022. Hal ini membuat produsen menjadi waspada.
Hambatan pasokan juga menambah kesulitan perusahaan, dengan rata-rata waktu pengiriman diperpanjang karena masalah pengiriman via laut yang berkelanjutan. “Namun ada harapan sektor (manufaktur) akan segera kembali bertumbuh, dengan perusahaan sangat percaya diri sejak bulan Februari di tengah harapan penjualan dan kondisi pasar akan membaik pada tahun mendatang," kata Smith.