Mendag Budi Ungkap Alasan Penyelesaian Perjanjian Kerja Sama Uni Eropa Molor

Ringkasan
- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan strategi Indonesia untuk memerangi penghindaran pajak melalui kesepakatan Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR) yang melibatkan lebih dari 42 negara, bertujuan untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat dan memungkinkan pengenaan pajak tambahan hingga 9% pada beberapa jenis penghasilan yang dibayarkan ke negara-negara dengan tarif pajak rendah.
- Kesepakatan ini menandai komitmen Indonesia terhadap keadilan dan transparansi dalam kerja sama ekonomi global, menciptakan kondisi yang setara antara perusahaan lokal dan multinasional, serta memperkuat ketentuan anti penghindaran pajak dalam sistem perpajakan domestik untuk memperluas ruang fiskal pemerintah.
- Sri Mulyani menyatakan bahwa dengan bergabungnya Indonesia dalam MLI STTR, negara ini bersiap menjadi anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan hal tersebut diharapkan dapat melindungi basis pajak domestik seiring dengan upaya memobilisasi sumber daya domestik, meskipun implementasinya masih memerlukan proses ratifikasi pemerintah.

Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan perundingan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif dengan Uni Eropa atau IEU-CEPA tidak bisa rampung pada kuartal pertama tahun ini. Sebab, terjadi dinamika pembahasan perjanjian yang dimulai pada Juli 2016 tersebut.
"Pokoknya IEU-CEPA rampung secepatny. Kemarin sudah ada negosiasi legi dengan Uni Eropa. Tinggal beberapa hal yang dibahas, tapi kami memang harus berhati-hati dalam menyelesaikan ini," kata Budi di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (27/2).
Budi telah menyampaikan mundurnya target penyelesaian perundingan IEU-CEPA kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Selain itu, ia juga mengonsolidasikan hasil perundingan terkait IEU-CEPA dengan kementerian lain. "Tinggal sedikit saja yang dibahas, sudah banyak yang disepakati," ujarnya.
Mendag memastikan hasil kemenangan Indonesia dalam sengketa sawit dan biodiesel melawan Uni Eropa di sidang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) beberapa waktu lalu tidak akan berdampak pada proses negosiasi.
Sidang WTO itu memutuskan Uni Eropa kini harus menerbitkan regulasi baru yang tidak mendiskriminasi produk sawit dan biodiesel Tanah Air, selambatnya pada awal Maret 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan kemenangan itu dapat mempercepat penyelesaian IEU-CEPA. “Saya berharap hambatan yang selama ini di perundingan IEU-CEPA dapat dihilangkan, sehingga kami bisa segera menyelesaikannya,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Ia berpendapat, Benua Biru kini harus menerima biodiesel berbasis kelapa sawit. Selama ini Uni Eropa hanya mengizinkan biodiesel berbasis minyak nabati lainnya, seperti biji bunga matahari, kedelai, dan biji rapa.
Diskriminasi muncul ketika UE menerbitkan kebijakan European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR), yang mengatur produk bebas deforestasi. EUDR awalnya direncanakan berlaku mulai 2025, tapi pelaksanaannya ditunda hingga 2026.
Airlangga menilai penundaan ini menunjukkan pengakuan Uni Eropa terhadap kelapa sawit Indonesia. “Ini memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat strategi implementasi agar sawit juga tidak didiskriminasi,” ucapnya.