BPS Sebut Deflasi Beruntun Bukan karena Penurunan Daya Beli


Badan Pusat Statistik mencatat deflasi sebesar 0,48% secara bulanan atau 0,09% secara tahunan pada Februari 2025. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, deflasi beruntun di awal 2025 ini bukan dipengaruhi daya beli masyarakat.
“Ini bukan karena penurunan daya beli, tetapi karena pengaruh dari diskon tarif listrik. Ini yang memberikan andil deflasi dua bulan berturut-turut,” kata Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/3).
Pemerintah memberikan stimulus dengan menetapkan diskon tarif listrik 50% pada Januari-Februari 2025. Diskon ini berlaku bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 2.200 VA ke bawah.
Amalia menegaskan, diskon listrik menjadi faktor utama penyebab deflasi karena kebijakan tersebut masih berjalan hingga Februari 2025.
“Deflasi bulan Februari 2025 ini mayoritas karena dipengaruhi oleh diskon listrik yang masuk kepada komponen harga diatur pemerintah,” katanya.
BPS mencatat, kelompok pengeluaran yang menyumbang deflasi bulanan terbesar adalah perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan deflasi sebesar 3,59% dan andil sebesar 0,52%. Deflasi terutama disebabkan oleh diskon tarif listrik.
Amalia menjelaskan, tekanan inflasi komponen inti meningkat pada Februari 2025 dibandingkan bulan sebelumnya. Komoditas yang memberikan andil inflasi pada Februari 2025 di antaranya adalah emas perhiasan, minyak goreng, kopi bubuk, dan nasi dengan lauk.
“Komponen inti masih mengalami inflasi tahunan sebesar 2,48%, biasanya daya beli itu dikaitkannya dengan komponen inti. Komponen inti ini memberikan andil inflasi terbesar dengan andil inflasi sebesar 1,58%,” ujar Amalia.
Kelompok perumahan, air, listrik juga menjadi penyumbang utama deflasi secara tahunan, terutama karena diskon tarif listrik. Selain tarif listrik,bahan bakar rumah tangga turut menyumbang deflasi tahunan dengan andil 1,92%.
Dampak Diskon Tarif Listrik akan Menghilang Maret 2025
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperkirakan inflasi indeks harga konsumen atau IHK kan berada pada kisaran 2% di akhir 2025. Hal ini dikarenakan dampak dari diskon tarif listrik diproyeksikan akan menghilang pada Maret 2025.
“Karena pemerintah hanya membatasi diskon tarif listrik untuk periode dua bulan, kami memperkirakan inflasi akan tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia sebesar 1,5 - 3,5% pada akhir 2025,” ujar Josua.
Josua mengatakan inflasi pada 2025 kemungkinan akan dipengaruhi oleh efek basis yang rendah dari tahun sebelumnya. Di luar faktor yang didorong oleh kebijakan, Josua juga mengantisipasi tekanan inflasi yang berasal dari pemulihan permintaan konsumen yang sedang berlangsung.
“Hal itu yang dapat berkontribusi pada inflasi sisi permintaan yang moderat,” kata Josua.