RI Siap Ekspor 1,6 Juta Telur ke AS, Kementan Jamin Pasokan Domestik Aman


Di saat banyak negara mengalami krisis pasokan telur akibat eggflation, Indonesia justru dalam posisi surplus dan siap mengekspor telur ke negara-negara yang kekurangan. Pemerintah memastikan pasokan dan harga telur tetap stabil, bahkan berencana masuk ke pasar ekspor, termasuk ke Amerika Serikat.
“Berdasarkan neraca komoditas, pemerintah siap mengirimkan 1,6 juta butir telur setiap bulan tanpa mengganggu kebutuhan dalam negeri,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian (Kementan) Moch. Arief Cahyono dalam keterangan resmi, Rabu (26/3).
Menurutnya, peluang ekspor terbuka lebar mengingat banyak negara mengalami kelangkaan telur akibat wabah flu burung dan naiknya biaya produksi. “Kekurangan stok di negara lain bisa menjadi peluang bagi kita untuk melakukan ekspor,” tambahnya.
Harga Telur Melonjak di Negara Lain
Lonjakan harga telur terjadi di berbagai negara. Mengutip Love Money (24/3), harga telur di Swiss melonjak hingga US$6,85 atau setara Rp113.534 per kilogram. Selandia Baru mencatatkan harga Rp103.063, Singapura Rp53.687, Amerika Serikat Rp68.103, Prancis Rp67.606, dan Australia Rp68.428.
Kenaikan ini didorong oleh sejumlah faktor, mulai dari wabah flu burung yang memperburuk pasokan hingga tingginya harga pakan dan energi. Lonjakan harga ini juga berdampak pada produk turunan berbasis telur, seperti kue kering dan makanan olahan yang kini dijual dengan harga lebih mahal.
Sementara Indonesia mencatatkan kondisi yang jauh lebih stabil. Harga telur ayam ras per 25 Maret 2025 bertahan di Rp29.475 per kilogram secara nasional. Bahkan di Jakarta, harga telur masih di bawah rata-rata nasional yakni Rp27.688 per kilogram.
“Seperti yang sudah disampaikan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, pemerintah terus menjaga stok dan harga komoditas pangan strategis, termasuk telur," kata Arief.
Produksi Kuat, Pasokan Aman
Berdasarkan proyeksi Badan Pangan Nasional (Bapanas), produksi telur ayam ras nasional mencapai 6,4 juta ton per tahun, dengan kebutuhan sekitar 518 ribu ton per bulan. Dengan kapasitas ini, Indonesia dipastikan mengalami surplus sepanjang 2025.
“Surplus ini menunjukkan kapasitas produksi yang kuat. Kami akan terus memastikan keseimbangan antara pasokan dan harga agar tidak merugikan peternak maupun konsumen,” kata Arief.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda menyebut keberhasilan menjaga stabilitas produksi telur tidak lepas dari strategi manajemen flock di tingkat peternak.
“Kami mendorong peternak mengatur flock dengan minimal empat variasi umur ayam yang berbeda agar produksi tetap konsisten sepanjang tahun,” ujar Agung.
Selain itu, Kementan membangun sinergi dengan para champion peternak ayam petelur di sentra produksi untuk membantu distribusi ke wilayah-wilayah defisit agar harga tetap stabil.
Kestabilan harga telur juga ditopang oleh ketersediaan pakan yang cukup. Pemerintah menjaga distribusi jagung sebagai bahan baku utama pakan tetap lancar, bahkan mengembangkan sentra produksi jagung serta memanfaatkan bahan baku alternatif.
“Ketersediaan pakan yang stabil dan terjangkau menjadi kunci utama keberhasilan industri perunggasan,” ujar Arief.
Siap Masuki Pasar Global
Indonesia kini bersiap memanfaatkan surplus ini untuk menembus pasar ekspor. Kementan memastikan bahwa ekspor telur dilakukan dengan perhitungan matang agar tidak mengganggu kebutuhan dalam negeri.
“Kami selalu memeriksa neraca komoditas untuk memastikan keseimbangan pasokan,” ucap Arief.
Yang menarik, negara-negara yang selama ini menjadi eksportir grandparent stock (GPS) ayam ke Indonesia, seperti Amerika Serikat dan Prancis, justru kini mengalami krisis pasokan. Situasi ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar.
“Ini menjadi momentum bagi Indonesia untuk berperan di pasar global. Namun, tentu kami tetap memprioritaskan kebutuhan dalam negeri,” kata Arief.