Tahan Impor dari Cina, Menteri Maman Awasi Penjualan E-Commerce

Ringkasan
- Mengumpulkan feedback pelanggan melalui kuesioner memungkinkan bisnis mengidentifikasi kebutuhan, harapan, dan pengalaman pelanggan untuk menyesuaikan strategi mereka.
- Kuesioner pelanggan adalah alat yang efektif untuk mengukur kepuasan dan mengidentifikasi masalah, sehingga bisnis dapat melakukan perbaikan yang diperlukan.
- Feedback dari kuesioner pelanggan juga memberikan wawasan berharga tentang tren pasar dan preferensi pelanggan, membantu bisnis mengembangkan produk dan kampanye pemasaran yang lebih relevan dan efektif.

Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Maman Abdurrahman, telah mempersiapkan dua strategi untuk membendung arus impor produk Cina ke dalam negeri. Langkah tersebut merupakan antisipasi pemerintah terkait potensi pengalihan produk Negeri Panda ke dalam negeri akibat peningkatan tarif oleh pemerintah Amerika Serikat.
Maman menyampaikan strategi pertama untuk menahan arus impor dari Cina adalah pengawasan penjualan di lokapasar. Langkah tersebut dibarengi dengan penekanan biaya produksi pelaku UMKM dengan membangun ekosistem usaha.
"Dengan adanya ekosistem usaha, biaya produksi semakin turun agar harga barang yang dijual bisa bersaing dengan produk dari luar. Selain itu, kami terus melakukan pengawasan pada pelaku e-commerce," kata Maman di kantornya, Selasa (15/4).
Untuk diketahui, ekosistem usaha yang dimaksud adalah Rumah Produksi Bersama atau RPB. Fasilitas tersebut bertujuan meningkatkan kelas UMKM dengan membantu kegiatan inovasi dan memperluas jangkauan penjualan produk UMKM.
Maman mengklaim pengawasan yang dilakukan kantornya sejauh ini menunjukkan kondisi pelaku UMKM saat ini masih stabil. Selain itu, Maman meyakini ketangguhan pelaku UMKM dalam semua jenis situasi dan kondisi ekonomi di dalam negeri.
Oleh karena itu, Maman meyakini pemerintah akan mencapai target peningkatan 1,1 juta peningkatan kapasitas UMKM pada tahun ini. Pada periode yang sama, Maman menargetkan pencetakan 2,3 juta pelaku UMKM baru yang menjadi nasabah Kredit Usaha Rakyat.
"Kondisi UMKM ini jangan sampai turun, namun kamu terus mengevaluasi kegiatan pengawasan kami. Sampai saat ini kami fokus ke target peningkatan kualitas UMKM dan pencetakan nasabah KUR baru," katanya.
Maman optimistis penyaluran Kredit Usaha Rakyat mencapai Rp 300 triliun hingga akhir tahun ini. Walau demikian, penyaluran KUR sepanjang kuartal pertama tahun ini baru mencapai Rp 57,51 triliun atau 19,17% dari target tahun ini.
Maman mencatat total debitur KUR pada Januari-Maret 2025 mencapai 1,01 juta unit. Menurutnya, penyaluran KUR kepada UMKM produktif mencapai Rp 33,86 triliun atau 58,87% dari intermediasi KUR selama tiga bulan pertama tahun ini.
"Kami siap mengejar target yang diamanahkan ke kementerian kami, yakni Rp 300 triliun hingga akhir tahun ini," katanya.
Otoritas Jasa Keuangan mendata total penyaluran kredit ke sektor UMKM naik 2,88% secara tahunan pada Januari 2025 menjadi Rp 1.490 triliun. Namun angka tersebut tercatat susut 1,02% dari capaian Desember 2024 senilai Rp 1,506 triliun.
OJK menemukan pertumbuhan intermediasi ke sektor UMKM melambat selama tiga tahun terakhir. Secara rinci, penyaluran kredit UMKM naik 10,47% secara tahunan pada 2022 menjadi Rp 1.348 triliun. Pertumbuhan tersebut melambat menjadi 3,94% secara tahunan pada tahun 2024.
Sementara itu, persentase kredit bermasalah atau NPL di sektor UMKM stabil di atas 4% atau senilai Rp 60,12 triliun pada Januari 2025. OJK menemukan persentase NPL terbesar terjadi pada sektor jasa perorangan yang melayani rumah tangga atau hingga 100%.
OJK mencatat seluruh kredit sektor jasa perorangan yang melayani rumah tangga menjadi kredit bermasalah atau senilai Rp 3.470 triliun. Semntara itu, NPL terendah ada di sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial atau hanya Rp 142 triliun dengan jumlah NPL senilai Rp 290 miliar.