Mendag Temukan Barang Bajakan di Mangga Dua, Mayoritas Langgar Hak Cipta


Kementerian Perdagangan (Kemendag) menemukan sejumlah barang bajakan yang melanggar Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) saat melakukan inspeksi di Pasar Mangga Dua, Jakarta. Temuan ini menyoroti maraknya pelanggaran merek dagang di pusat perdagangan tersebut.
"Kami kemarin cek apakah ada juga di situ barang-barang ilegal, tetapi ternyata lebih banyak (ditemukan) masalah HaKI, yakni pelanggaran mereknya," ujar Menteri Perdagangan Budi Santoso saat ditemui di Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (25/4).
Menurut Budi, sebagian besar barang bajakan tersebut merupakan produk impor yang masuk secara legal. Namun, barang-barang itu bermasalah karena melanggar merek dagang. “Impornya benar, tapi pelanggarannya itu pelanggaran mengenai merek. Jadi sifatnya berupa delik aduan,” ujarnya.
Kemendag telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), khususnya Satuan Tugas Kekayaan Intelektual, untuk menindaklanjuti pelanggaran tersebut.
"Ada undang-undang terkait merek dan kami juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum. Di sana ada Satgas Kekayaan Intelektual. Jadi kita sudah sampaikan karena barang-barang bajakan yang ada di Pasar Mangga Dua itu lebih banyak pelanggaran HaKI," kata Budi.
Pasar Mangga Dua telah lama menjadi sorotan internasional. Dalam laporan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR), pasar ini kembali masuk dalam daftar Notorious Markets atau pasar terkenal untuk pemalsuan dan pembajakan. Daftar itu juga mencakup sejumlah pasar daring asal Indonesia.
USTR menyatakan kekhawatiran atas lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran HaKI di Indonesia. Pemerintah AS mendorong Indonesia memaksimalkan peran gugus tugas penegakan HaKI agar kolaborasi antar-lembaga bisa lebih efektif.
AS juga mengkritisi perubahan dalam Undang-Undang Paten tahun 2016 melalui Undang-Undang Cipta Kerja, yang memungkinkan pemenuhan persyaratan paten melalui impor atau lisensi. Perubahan ini dinilai berpotensi melemahkan perlindungan atas hak paten secara komersial.