Pemakzulan Presiden AS, dari Andrew Johnson hingga Donald Trump
Parlemen Amerika Serikat (AS) resmi memakzulkan Presiden Donald Trump pada Rabu (18/12) malam waktu setempat. Trump dituduh menyalahgunakan kekuasaan dan menghalangi penyelidikan yang dilakukan Kongres AS.
Sebanyak 230 anggota Dewan Perwakilan Rakyat AS sepakat memilih untuk memakzulkan Trump karena penyalahgunaan kekuasaan. Adapun 197 anggota lainnya menolak. Hasil pemungutan suara itu diumumkan setelah DPR AS melaksanakan rapat maraton selama sepuluh jam. Trump menjadi Presiden AS keempat yang dimakzulkan setelah Presiden Andrew Johnson pada 1868, Presiden Richard Nixon pada 1973, dan Presiden Bill Clinton pada 1998.
Sejarah Pemakzulan di AS
Apa yang dimaksud dengan pemakzulan dalam demokrasi AS? Menurut Los Angeles Times, aturan mengenai pemakzulan (impeachment) muncul setelah para pembuat konstitusi AS terinspirasi proses konstitusional dalam sejarah Inggris pada abad ke-14. Pemakzulan merupakan cara Parlemen untuk menagih akuntabilitas para menteri kerajaan Inggris.
Akhirnya, lahir klausul di dalam konstitusi AS pada artikel II seksi 4 yang menyebutkan presiden, wakil presiden, dan para pegawai sipil AS akan dicopot dari jabatannya dengan pemakzulan berdasarkan alasan pengkhianatan terhadap negara, menerima suap (korupsi), atau kejahatan tingkat tinggi lainnya.
Bagaimana mekanisme atau tahap-tahap pemakzulan berlangsung? Seperti dilansir AFP, pertama-tama anggota Parlemen mengusulkan pemakzulan terhadap seorang pejabat negara berdasarkan tuduhan pelanggaran yang kuat. Parlemen kemudian akan melakukan investigasi dan rapat dengar pendapat (RDP) dengan publik. Hasil temuan dari proses investigasi dan RDP akan diserahkan ke Komite Yudisial Parlemen.
Dari hasil temuan tersebut dihasilkan dakwaan yang menjadi dasar bagi pemakzulan pejabat negara. Dalam kasus Donald Trump, alasan pertama yang diajukan adalah penyalahgunaan wewenang. Partai Demokrat mengatakan, Trump menahan US$ 391 juta dana bantuan keamanan bagi Ukraina untuk memerangi separatis yang didukung Rusia. Hal ini dilakukan untuk menekan Ukraina agar menyelidiki lawan politiknya dalam Pemilu Presiden 2020, Joe Biden.
Alasan kedua, Trump dinilai menghalang-halangi penyelidikan yang dilakukan Kongres AS mengenai kasus Ukraina tersebut. Selanjutnya, dilakukan pemungutan suara. Jika usulan pemakzulan didukung oleh 51% anggota DPR AS atau lebih, pejabat negara disebut resmi dinyatakan dimakzulkan.
Proses berikutnya, Senat akan mengadakan sidang kemudian dilanjutkan dengan pemungutan suara. Jika 67% atau dua pertiga anggota Senat sepakat menyatakan sang pejabat negara bersalah, ia akan dicopot dari jabatannya. Jika yang dimakzulkan adalah presiden, berarti presiden harus lengser dan tugas-tugasnya akan digantikan oleh wakil presiden.
(Baca: Donald Trump Resmi Dimakzulkan DPR AS)
Pemakzulan Presiden Andrew Johnson
Presiden AS ke-17 Andrew Johnson menjadi presiden AS pertama yang dimakzulkan oleh Kongres. Seperti dikutip dari Andrew Johnson: Domestic Affairs yang ditulis Elizabeth R. Varon, Johnson dituduh melakukan kejahatan tingkat tinggi dan melakukan tindak kriminal.
Ada sebelas pasal yang dijadikan dasar pemakzulannya, antara lain Presiden Johnson mencopot Menteri Pertahanan Edwin Stanton tanpa pemberitahuan ke Senat. Setelah mencopot Stanton, Johnson menunjuk Mayor Jenderal Lorenzo Thomas sebagai Menteri Pertahanan AS yang baru tanpa meminta saran dan pertimbangan dari Senat.
Selain itu, Johnson juga disebut merampas, mengambil alih, dan memiliki aset Departemen Pertahanan dengan maksud tertentu untuk melanggar Tenure of Office Act. Penunjukan Thomas diduga dilakukan agar Johnson bisa mengontrol kucuran dana yang dialokasikan ke sektor militer dan Departemen Pertahanan AS.
Sidang pemakzulan Presiden Johnson dihadiri 54 anggota Senat yang mewakili 27 negara bagian. Mereka mengikuti pemungutan suara berdasarkan tiga alasan pemakzulan yang diajukan. Sebanyak 35 anggota menyatakan Johnson bersalah sedangkan 19 anggota menyatakan ia tidak bersalah.
Hasil pemungutan suara di bawah ketentuan karena tidak memenuhi syarat dua pertiga anggota Senat seperti ditetapkan dalam konstitusi AS. Alhasil, Johnson tetap bertahan sampai masa jabatannya berakhir pada 1869.
(Baca: Trump Dimakzulkan DPR AS, IHSG dan Bursa Asia Rontok)
Richard Nixon dan Skandal Watergate
Richard Nixon adalah Presiden AS ke-37. Ia dimakzulkan akibat Skandal Watergate yang disebut-sebut sebagai skandal politik terbesar dalam sejarah AS. Skandal ini dimulai dengan pembobolan markas Komite Nasional Demokrat (DNC) pada 17 Juni 1972 yang berada di Watergate Office Building, Washington DC.
James M. Perry dalam Watergate Case Study menyebutkan, tak lama setelah lima orang pembobol markas DNC ditangkap, pers dan Kejaksaan AS menemukan hubungan antara uang tunai yang dicuri dengan dana yang digunakan oleh Komite Kampanye Pencalonan Kembali Nixon sebagai Presiden AS. Senat AS pun membentuk komite investasi khusus untuk menyelidiki skandal ini.
Dalam rapat dengar pendapat Senat, terungkap bahwa Presiden Nixon menyetujui rencana penyadapan DNC (Partai Demokrat merupakan lawan politik Nixon) yang dikamuflase dengan pencurian. Ia juga meminta FBI menghentikan penyelidikan terhadap kasus pencurian di markas DNC.
Ketika kasus penyadapan terungkap, Nixon juga berusaha menghapus beberapa bukti rekaman penyadapan. Skandal ini melibatkan 69 orang, sebanyak 48 orang di antaranya diajukan ke meja hijau. Sebagian besar adalah para pejabat pemerintahan Nixon.
Parlemen AS mengajukan sejumlah pasal untuk memakzulkan Nixon, yakni menghalang-halangi upaya hukum, penyalahgunaan wewenang, dan berupaya mengganggu investigasi skandal Watergate yang dilakukan Kongres. Ketika penyelidikan skandal ini memasuki babak akhir, Nixon bertemu dengan Senator Barry Goldwater, Senator Hugh Scott, dan Anggota Kongres Rhodes di Ruang Oval. Mereka menyatakan, dukungan dari perwakilan Partai Republik di Senat dan di Kongres menipis. Nixon harus menghadapi pemakzulan.
Nixon akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri, seperti dikutip dari American Government and Politics Today yang ditulis Steffen W. Schmidt. Pada 8 Agustus 1974, Nixon mengucapkan pidato pengunduran dirinya dari Ruang Oval. Pidato tersebut disiarkan secara nasional di televisi. Setelah Nixon mundur, Kongres mencabut proses pemakzulan meskipun proses hukum tetap dijalankan.
(Baca: Dukungan Pemakzulan Trump Menguat di Kalangan Pemilih Demokrat)
Pemakzulan Bill Clinton
Pemakzulan berikutnya dilakukan Parlemen AS terhadap Presiden AS ke-42 Bill Clinton pada 8 Oktober 1998. Ada beberapa alasan yang mendasari pemakzulan tersebut, antara lain kejahatan tingkat tinggi dan tindak kriminal, berbohong di bawah sumpah, dan upaya menghalang-halangi hukum.
Usulan pemakzulan ini dipicu oleh gugatan yang diajukan Paula Jones atas tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Clinton. Pemicu lainnya adalah bantahan Clinton mengenai hubungan seksual yang dilakukannya dengan Monica Lewinsky, pegawai magang di Gedung Putih.
Sidang pemakzulan di Senat dimulai pada Januari 1999. Pada 12 Februari 1999, Clinton dibebaskan dari berbagai tuduhan karena jumlah anggota Senat yang menyatakan Clinton bersalah lebih sedikit dibandingkan yang membebaskannya dari segala tuduhan. Clinton tetap bertahan hingga masa jabatannya berakhir pada 2001.
(Baca: Upaya Pemakzulan Presiden Trump Dimulai, Parlemen AS Gelar Investigasi)