Akibat Perang Dagang, IMF Turunkan Pertumbuhan Ekonomi Global

Rizky Alika
15 Oktober 2019, 20:00
Perang Dagang, IMF
Akarat Phasurat/123RF.com
Ilustrasi, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Akibat perang dagang, IMF menurunkan kembali pertumbuhan ekonomi global menjadi 3%.

Dana Moneter Internasional (IMF) kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya sebesar 3%, lebih rendah dibandingkan proyeksi Juli lalu sebesar 3,2%.

Dalam World Economic Outlook pada Oktober ini, IMF juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun depan menjadi 3,4%, turun 0,2% dari proyeksi pada April lalu.

"Pertumbuhan ekonomi terus melemah akibat meningkatnya hambatan perdagangan dan meningkatnya ketegangan geopolitik," kata Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath berdasarkan siaran pers yang dikutip Senin (15/10).

Perlambatan pertumbuhan ekonomi didorong penurunan tajam dalam aktivitas manufaktur dan perdagangan global yang menyebabkan tarif yang lebih tinggi. Selain itu, ketidakpastian kebijakan perdagangan yang berlangsung lama merusak investasi dan permintaan barang modal.

Selain itu, ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok juga akan menekan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global sebesar 0,8% pada 2020. Pertumbuhan di sejumlah negara berkembang juga dipengaruhi oleh tingkat produktivitas yang rendah, sedangkan pertumbuhan di negara maju dipengaruhi demografi penduduk yang menua.

(Baca: Meleset dari Target, Sri Mulyani Ramal Ekonomi Tahun Ini Tumbuh 5,08%)

Di sisi lain, industri otomotif juga mengalami kontraksi, seperti gangguan pada standar emisi baru di kawasan Eropa dan Tiongkok yang memiliki dampak panjang. Secara keseluruhan, pertumbuhan volume perdagangan pada paruh pertama 2019 telah jatuh hingga 1%, terlemah sejak 2012.

Sebaliknya, pertumbuhan sektor jasa diperkirakan terus berlanjut hampir di seluruh dunia. Hal ini membuat pasar tenaga kerja dan konsumsi tetap sehat di negara maju.

Biarpun begitu, ada tanda-tanda pelunakan pada sektor jasa di AS dan kawasan Eropa. Pasalnya, kebijakan moneter memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan sektor jasa.

Saat ini bank-bank sentral melonggarkan kebijakan moneternya untuk mengurangi risiko penurunan pertumbuhan akibat melemahnya aktivitas ekonomi. Hal tersebut juga untuk mencegah peningkatan ekspektasi inflasi. Dengan tidak adanya stimulus moneter, pertumbuhan global diperkirakan lebih rendah 0,5 poin pada 2019 dan 2020.

Pertumbuhan ekonomi maju diperkirakan terus melambat menjadi 1,7 persen untuk 2019 dan 2020. Kondisi tenaga kerja yang kuat dan stimulus kebijakan diperkirakan dapat menekan dampak dari permintaan eksternal yang melemah.

Sedangkan, pertumbuhan di negara berkembang juga telah direvisi turun menjadi 3,9 persen untuk 2019 atau turun dibandingkan pertumbuhan 2018 sebesar 4,5 persen. "Ini karena perdagangan dan ketidakpastian kebijakan domestik serta perlambatan struktural di Tiongkok," ujar Gita.

(Baca: Bank Dunia Proyeksikan Ekonomi Asia Timur dan Pasifik Makin Melambat)

Biarpun begitu, IMF masih optimistis ada stimulus dari negara berkembang yang diproyeksi dapat mendorong perbaikan pertumbuhan ekonomi hingga 4,6 persen. Hal ini didorong oleh resesi yang lebih rendah di negara berkembang seperti Argentina, Iran, dan Turki.

Selain itu, pemulihan ekonomi juga terjadi pada Brasil, India, Meksiko, Rusia, dan Arab Saudi. Namun, ketidakpastian cukup besar pada ekonomi negara besar seperti AS, Jepang, dan Tiongkok yang diperkirakan jauh lebih lambat pada 2020.

Pada Agustus lalu, Databoks menyebut perang dagang telah menggerus pertumbuhan ekonomi global. Selengkapnya dalam grafik di bawah ini  :

Reporter: Rizky Alika

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...