Meraba Peta Perdagangan Dunia jika Biden Menjadi Presiden AS
Penghitungan suara pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) masih berlangsung. Sejauh ini, suara elektoral Joe Biden dari partai Demokrat mengungguli Donald Trump dari Partai Republik.
Hingga pukul 19.00 WIB, suara elektoral yang dikumpulkan Biden di atas Trump dengan perolehan 264 berbanding 214. Sedangkan untuk menjadi Presiden, mereka harus mampu mengumpulkan 270 suara elektoral.
Sejumlah pihak pun memberikan gambaran mengenai kebijakan perdagangan Biden serta dampaknya terhadap kondisi global dan Indonesia.
Mengutip dari JP Morgan, proposal kebijakan Biden pada sektor perdagangan ialah meminta sekutu AS untuk menantang Tiongkok pada perdagangan. Kemudian, ia juga mendukung penegakan hukum perdagangan yang telah berlaku serta menuliskan aturan baru yang melindungi pekerja, lingkungan, dan standar ketenagakerjaan.
Sementara itu, Trump telah menarik AS keluar dari pakta perdagangan Trans-Pacific Partnership (TPP). Kemudian, ia juga menegosiasi ulang perdagangan bebas North American Free Trade Agreement (NAFTA), perang pada sektor perdagangan/teknologi/investasi untuk melawan Tiongkok, serta memulai perang dagang dengan Uni Eropa.
Kebijakan perdagangan Biden pun diperkirakan bakal bertolak belakang dengan Trump. Profesor pemerintahan Douglas Dillon dari Universitas Harvard, Graham Allison memprediksi, Biden akan kembali memasukkan AS dalam TPP.
"TPP akan menempatkan sekitar 40% ekonomi dunia di pihak AS," kata Graham Allison, profesor pemerintahan Douglas Dillon Universitas Harvard seperti dukutip dari CNBC.
Namun, pada politik dalam negeri, partai Demokrat dinilai lebih proteksionis daripada Republik. Oleh karenanya, Mantan Asisten Menteri Pertahanan era Presiden Bill Clinton itu menilai hal ini akan menjadi tantangan yang sulit bagi Biden.
Biden pun menyebutkan TPP bukanlah kesepakatan yang sempurna, namun kesepakatan itu merupakan cara terbaik agar negara-negara bersatu untuk "mengekang ekses Tiongkok".
Sebagaimana diketahui, AS di bawah kepemimpinan Trump telah mengambil sikap yang sangat keras terhadap Tiongkok, seperti memberlakukan tarif tambahan ratusan miliar dolar untuk barang asal Negeri Tirai Bambu itu. Tak hanya itu, Trump juga mempersulit perusahaan Tiongkok untuk melakukan bisnis di AS.
Dampak ke Indonesia
Sementara, Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, Demokrat lebih condong pada kerja sama regional, berbeda dengan Republik.
"Trump lebih bilateral," kata dia saat dihubungi Katadata, Kamis (5/11). Oleh karenanya, kemenangan Biden diperkirakan dapat mengubah peta hubungan bilateral.
Selain itu, ia menilai kebijakan dari Demokrat akan lebih asertif dibandingkan Republik. Tak hanya itu, Demokrat diperkirakan tidak akan agresif untuk menyerang saingan dagangnya, seperti kebijakan Trump.
Di sisi lain, ia memperkirakan perang dagang akan berakhir bila Biden terpilih. Meski, hal ini tidak akan memiliki pengaruh besar bagi Indonesia.
Fithra memperkirakan, relokasi perusahaan AS di Tiongkok tetap akan berlanjut meski perang dagang berakhir. Indonesia pun diperkirakan dapat mengambil peluang secara signifikan dari potensi relokasi tersebut.
Berikut adalah Databoks perdagangan Indonesia dengan AS dan Tiongkok:
Selain itu, ia juga memperkirakan AS akan kembali bergabung dengan TPP. Sebab, TPP dapat menjadi salah satu cara Negeri Paman Sam mengurangi ketergantungan dari Tiongkok.
Secara keseluruhan, ia menilai posisi Indonesia akan tetap netral, siapapun pemenangnya. Ini lantaran baik Trump maupun Biden sama-sama memiliki tujuan untuk mengurangi dominasi dari Tiongkok.
Oleh karenanya, AS memandang Indonesia sebagai mitra penting di tengah rencana pengurangan dominasi Negeri Tirai Bambu itu.
Ia menambahkan, salah satu "ongkos" yang harus dibayar bila Biden menang hanyalah membangun relasi baru dengan presiden yang baru.
Saat ini, Indonesia pun telah mendapatkan perpanjangan fasilitas pembebasan tarif bea masuk atau Generalized System of Preferences (GSP). Fithra mengatakan, Indonesia perlu memaksimalkan fasilitas tersebut lantaran eksportir Tanah Air baru memanfaatkan sekitar 30% dari 3.572 pos yang diberikan.
Sebagaimana diketahui, Indonesia berpeluang meningkatkan pangsa pasar bagi produk-produk yang selama ini diisi oleh Thailand. Berdasarkan hasil review, terdapat beberapa produk ekspor Thailand yang tidak lagi mendapatkan fasilitas GSP dari AS.
Beberapa produk yang berpeluang untuk ditingkatkan pangsa pasarnya adalah pompa bahan bakar/pelumas (HS 8413.30.90), kacamata (9004.90.00), sepeda motor dengan piston (HS 8711.50.00), wastafel/bak cuci (HS 6910.10.00), papan/panel/konsol/meja (HS 8537.10.91), sekrup dan baut (HS 7318.15.80), alat kelengkapan pipa dari tembaga, perangkat makan (HS 3924.10.40), serta bingkai kayu untuk lukisan (HS 4414.00.00).
Pada Januari-Agustus 2020, total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat yang menggunakan fasilitas GSP meningkat hingga 10,6% menjadi US$ 1,9 Miliar dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Hal ini mendorong peningkatan total ekspor ke AS sebesar 1,56% pada periode tersebut.
Produk unggulan ekspor GSP Indonesia hingga Agustus 2020 berdasarkan level HS 8-digit meliputi matras (karet maupun plastik, US$ 185 juta), kalung dan rantai emas (US$ 142 juta), tas bepergian dan olahraga (US$ 104 juta), minyak asam dari pengolahan kelapa sawit (US$ 84 juta), serta ban pneumatik radial (US$ 82 juta).
Pada Januari-Agustus 2020, ekspor nonmigas Indonesia ke AS mencapai US$ 11,8 Miliar, atau naik mendekati 2% dibandingkan periode yang sama di 2019. Peningkatan ini bahkan terjadi saat impor AS dari seluruh dunia turun 13%.
Duta Besar Indonesia untuk AS Muhammad Lutfi menyebutkan, Indonesia dan AS akan semakin mempererat hubungan kedua negara, terlepas dari siapapun pemenang pilpres. "AS-Indonesia akan berdiri sama tinggi di region dan di kawasan dunia," ujarnya.
Hal ini tercermin dari kedekatan AS dan Indonesia pada kunjungan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, beberapa waktu yang lalu. Saat itu, kedua negara saling berdiskusi mengenai keamanan regional. Tak hanya itu, AS juga kembali memperpanjang GSP setelah melalui proses negosisasi selama 2,5 tahun terakhir.
Ke depan, ia memperkirakan ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam juga akan meningkat. "Saya memastikan perdagangan akan meningkat serta akan datangkan investasi," kata dia.