COP27 Desak Cina Bayar Kompensasi Perubahan Iklim 'Loss and Damage'

Muhamad Fajar Riyandanu
18 November 2022, 17:28
emisi karbon, cina, cop27, perubahan iklim
ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer
Seorang pria mengendarai kendaraan roda tiga di tengah-tengah kabut asap imbas tingginya polusi udara di Chiping, provinsi Shandong, Cina, Senin (29/1).

Cina didesak agar membayar kompensasi kepada negara-negara yang terkena bencana imbas perubahan iklim lebih besar sebagai penyumbang emisi karbon dan gas rumah kaca terbesar di dunia, yakni mencapai 28%.

Menteri Kerja Sama dan Ekonomi Pembangunan Jerman, Svenja Schulze, mengatakan Cina sebagai salah satu negara yang berkontribusi dalam kerusakan iklim. Schulze mendorong Cina untuk berpartisipasi untuk mengurasi kerusakan iklim melalui pemberian pendanaan yang lebih banyak kepada negara-negara terdampak.

"Cina saat ini menyumbang 28% emisi gas rumah kaca. Jadi mereka juga harus berkontribusi untuk mengatasi kerusakan," kata Schulze, dikutip dari Reuters pada Jumat (18/11).

Politikus Partai Sosial Demokrat Jerman itu menambahkan, Cina selalu berpaling dari kewajiban membayar kompensasi kerusakan iklim dengan dalih sebagai negara berkembang. "Mereka selalu bersembunyi di balik fakta bahwa mereka adalah negara berkembang. Tapi secara de facto mereka bukan lagi negara berkembang," ujarnya.

Sejumlah negosiator iklim pada Jumat ini sedang merumuskan proposal yang bertujuan untuk menyelesaikan kebuntuan atas pembiayaan atau kompensasi iklim untuk negara-negara yang terkena bencara yang dipicu oleh perubahan iklim.

Mereka mendorong agar proposal tersebut dapat diselesaikan pada konferensi iklim PBB, Conference of The Parties ke-27 (COP27) di Sharm el-Sheikh, Mesir, yang akan berakhir hari ini, Jumat (18/11).

Adapun proposal yang diajukan oleh negara-negara Uni Eropa (UE) telah menyiapkan dana khusus untuk menutupi kerugian dan kerusakan di negara-negara yang paling rentan atau loss and damage fund melalui kontribusi negara-negara pendonor.

Tawaran UE bertentangan dengan proposal negara berkembang dan Cina yang meminta semua negara berkembang untuk memiliki akses ke dana tersebut. Proposal itu menggunakan definisi PBB yang memungkinkan Cina sebagai pihak penerima, bukan menyumbang uang.

Schulze pun menyebut negosiasi tentang pembayaran kompensasi wajib di Sharm el-Sheikh sedang berlangsung "Saya juga tidak percaya bahwa ini dapat diselesaikan hari ini, tetapi kami masih membutuhkan tambahan waktu," ujar Schulze.

Sebelumnya diberitakan, para pemimpin dari negara-negara dunia ketiga memanfaatkan forum COP27 di Mesir untuk menuntut negara barat dan perusahaan minyak untuk membayar dampak krisis iklim yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi mereka.

Negara-negara barat yang kaya cenderung menjadi pendukung paling vokal dalam pengurangan emisi, namun nyatanya mereka juga menjadi bagian dari pihak yang menyumbang gas rumah kaca paling banyak sejak kemunculan revolusi industri di inggris pada abad lalu.

Sementara itu, negara-negara kepulauan kecil yang kini diterpa badai laut yang semakin ganas dan kenaikan permukaan laut menagih perusahaan minyak untuk mengeluarkan sebagian dari keuntungan besar mereka atau kompensasi.

Perdana Menteri Antigua dan Barbuda, Gaston Browne, menyampaikan bahwa perusahaan-perusahaan minyak dan gas harus segera membayar ganti rugi dalam bentuk pajak karbon global sebagai sumber pendanaan kerusakan dan kerugian yang dialami oleh negara-negara miskin.

Sebagai sebuah negara kepulauan yang terletak di Laut Karibia bagian timur, Gaston menyebut sejumlah negara yang tergabung dalam Aliansi Negara-negara pulau kecil sangat dirugikan atas perubahan iklim yang terjadi saat ini.

"Industri minyak dan gas terus menghasilkan keuntungan hampir US$ 3 miliar setiap harinya. Sementara mereka mendapat untung, planet ini terbakar," kata Gaston saat berbicara di podium COP27 atas nama Aliansi Negara-negara Pulau Kecil, dikutip dari Reuters pada Rabu (9/11).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...