Dirut PLN Sofyan Basir Jadi Tersangka Kasus Suap Proyek PLTU Riau-1
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) Sofyan Basir sebagai tersangka. Sofyan diduga terlibat dalam kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1.
KPK menduga Sofyan bersama-sama atau membantu mantan Wakil Ketua Komisi Energi DPR RI Eni Maulani Saragih dan kawan-kawannya menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd. Johannes Budisutrisno Kotjo. Sofyan juga diduga menerima janji dengan mendapat bagian sama besar dari jatah Eni dan eks Menteri Sosial Idrus Marham.
Saat ini, Eni, Idrus dan Kotjo telah menjadi terpidana atau dinyatakan bersalah dan menerima vonis hukuman dari Hakim Tipikor. Vonis hukuman terhadap Idrus baru ditetapkan hari ini. (Baca: Idrus Marham Dihukum 3 Tahun, Seluruh Pembelaannya Ditolak Hakim)
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, penetapan Sofyan sebagai tersangka setelah melalui pengembangan proses penyidikan. Selain itu, KPK juga mencermati fakta-fakta yang muncul di persidangan hingga pertimbangan hakim.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang dugaan keterlibatan pihak lain dalam dugaan tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1," kata Saut di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/4).
Saut mengatakan, keterlibatan Sofyan dimulai pada Oktober 2015. Ketika itu, Direktur PT Samantaka Batubara mengirimkan surat permohonan pada PLN agar memasukkan proyek PLTU Riau-1 masuk ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero).
(Baca: Rumah Dirut Digeledah KPK, PLN Belum Tahu Status Hukum Sofyan Basir)
Namun, ketika itu tidak ada tanggapan positif dari PLN. Alhasil, Johannes mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU MT Riau-1.
Kemudian, terjadi beberapa kali pertemuan antara Sofyan, Eni, dan Kotjo untuk membahas proyek PLTU MT Riau-1. Meski Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan belum terbit pada 2016, Sofyan diduga telah menunjuk Johannes untuk mengerjakan proyek PLTU MT Riau-1.
"Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN," kata Saut. (Baca: Eni Saragih Siap Ungkap Dugaan Peran Pejabat di Kasus PLTU Riau-1)
Menurut Saut, Johannes setelah itu meminta anak buahnya untuk bersiap-siap. Ini lantaran Johannes sudah memastikan bahwa proyek PLTU MT Riau-1 akan dimiliki PT Samantaka. Setelah itu, Sofyan diduga menyuruh salah satu anak buahnya segera merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan China Huadian Engineering Company (CHEC) Ltd.
Saut mengatakan, pada Juni 2018 diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri oleh Sofyan, Eni, Johannes dan pihak lainnya di sejumlah tempat, seperti di hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan.
Dalam pertemuan tersebut dibahas sejumlah hal terkait proyek PLTU MT Riau-1 yang akan dikerjakan perusahaan Johannes. Sofyan juga menyuruh salah satu Direktur PLN untuk berhubungan dengan Eni dan Kotjo.
Sofyan juga menyuruh salah satu Direktur PLN untuk memonitor karena ada keluhan dari Johannes tentang lamanya penentuan proyek PLTU MT Riau-1. "SFB (Sofyan Basir) juga membahas bentuk dan lama kontrak antara CHEC dengan perusahaan-perusahaan konsorsium," kata Saut.
Atas perbuatannya, Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Baca: Sofyan Basir Disebut dalam Dakwaan Penyuap Proyek PLTU Riau-1)