Langkah Panjang Gim Lokal Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Yuliawati
Oleh Yuliawati
8 April 2019, 09:00
industri gim Indonesia, ekonomi kreatif
Katadata
Ajang Piala Presiden Esports. Perlombaan gim mempengaruhi ketertarikan pengembangan gim di Indonesia.
KECANDUAN GAME ONLINE
Gim online yang dimainkan di perangkat mobile mendominasi di Indonesia. (ANTARA FOTO | Rahmad)

Jan mengatakan masyarakat gim global menganggap Indonesia hanya sebagai produsen gim indie karena produksinya minim. Masyarakat global hanya melihat Indonesia sebagai negara tujuan dagang gim karena besarnya jumlah pengguna.

Pengembang lokal masih menghadapi tantangan besar apabila ingin merebut potensi pasar gim dalam negeri. Setidaknya terdapat tiga faktor penghambat yakni pemasaran, investasi dan SDM.

Pengembang lokal masih terbatas dalam menggarap pemasaran karena terbatas masalah pendanaan. “Pembuat gim asing memiliki marketing campaign atau dana yang besar sekali, otomatis membuat pengembang lokal belum dapat bersaing dengan mereka,” kata Jan.

Untuk promosi, Bekraf bersama komunitas gim mendirikan Archipelageek yakni kegiatan mempromosikan gim Indonesia di berbagai event, baik yang berskala nasional, regional, maupun internasional.

(Video Edisi KhususMusim Semi Industri Kreatif di Indonesia)

Terkait kebutuhan pendanaan, pengembang gim lokal juga bekerja sama dengan Bekraf di antaranya dalam kegiatan Game Prime. Kegiatan ini membuka mata investor bahwa gim Indonesia itu sebenernya layak untuk diperjuangkan. Saat ini investor itu sebenarnya masih takut untuk berinvestasi dalam gim industri. “Jadi, memang nilai investasi untuk gim industri di Indonesia itu masih sangat-sangat kecil,” kata Jan.

Persoalan lainnya mengenai ketersediaan talent atau SDM. Jan mengatakan kualitas SDM lokal sebenarnya bagus tapi jumlahnya sangat terbatas. Sehingga , untuk membuat gim dengan skala besar itu masih belum mampu karena memang ketiadaan sumber daya. “Kami mulai bekerja sama dengan beberapa universitas, berupaya konsultasikan bagaimana kurikulum yang baik untuk mendididk calon-calon game developer yang masih ada di bangku kuliah,” kata Jan.

Gim Lokal Kejar Pasar Global

Di tengah banyak himpitan yang dihadapi pengembang gim lokal, PT Digital Semantika Indonesia atau dikenal Digital Happiness meraih sukses lewat DreadOut. Bahkan, DreadOut yang diproduksi sejak 2014, menjual Intelectual Property dalam bentuk film layar lebar.

Di Indonesia, DreadOut merupakan gim karya anak bangsa yang pertama kali diadaptasi menjadi film di bawah arahan Sutradara Kimo Stamboel yang tayang pada Januari lalu. Di luar negeri, sudah banyak beredar film adaptasi game, di antaranya Tomb Rider, Mortal Kombat dan Final Fantasy.

T III/EdsusEkraf
Pendiri Digital Happiness Rochmad Imron (Hindra Kusuma Wijaya|KATADATA)
 

Jauh sebelum tayang dalam bentuk film, gim ini telah diunduh sebanyak satu juta kali baik berbayar dan gratis. Untuk penjualan komersial, Digital Happiness bekerja sama dengan market place Steam.

Pembeli DreadOut sebagian besar berasal dari Amerika dan Eropa. “Kami menyasar pasar luar negeri karena mengejar penjualan game berbayar,” kata pendiri Digital Happines, Rochmad Imron kepada Katadata.co.id.

Digital Happiness berdiri sejak 2011 oleh beberapa kawan Imron sesama alumni Fakultas Seni Rupa dan Desan Intitut Teknologi Bandung. Awalnya Imron dan kawan-kawan membentuk Iris Desain yang mengerjakan proyek animasi dan tayangan model tiga dimensi pesanan klien.

Saat masih berkecimpung menyelesaikan proyek Iris Desain, salah satu kawan Imron, Vadi Vanadi membuat demo gim horror bernama Jurig Escape. Imron dan Vadi pernah bekerja sama membuat game tribute untuk film the Raid. game pendek perdana berjudul Hallway Raid sebagai penghargaan mereka untuk film aksi Raid.

Meski masih sangat sederhana, demo Jurig Escape mendapat sambutan dari pecinta gim. Imron dkk pun memutuskan menggarapnya lebih serius dan menjadi cikal bakal DreadOut. Pada awal pendanaan Dreadout Imron memutuskan untuk mencari lewat crowfunding sekitar Juni 2013. “Pada masa itu memang lagi tren pendanaan lewat crowfunding,” kata Imron.

Imron memilih crowfunding juga sebagai cara melakukan tes pasar atas produk mereka. Demo Dreadout ternyata menarik minat banyak pemain gim asing terutama dari Amerika dan Eropa. Crowfunding pun memperoleh US$ 29 ribu lewat Indiegogo dari target awal US$ 25 ribu. Jumlah ini memang belum mencukupi kebutuhan modal produksi gim sekitar US$ 200 ribu. Sisa modal dipenuhi dari kocek Iris Desain.

T III/EdsusEkraf
Tampilan gim DreadOut dengan tokoh utama bernama Linda.  (Digital Happiness)
  

DreadOut kemudian dikembangkan selama 6-8 bulan dalam platform PC dan dirilis pada Mei 2014. Hingga kini, jumlah pengunduh DreadOut dengan sistem berbayar sebanyak 500 ribu. Dengan harga jual gim US$ 14,99 maka hitungan kasar dari pendapatan kotor dari penjualan DreadOut ini sekitar US$ 7,4 juta. Hasil penjualan dibagi ke distributor Steam sekitar 30%.

DreadOut merupakan gim horor dengan tokoh anak SMA bernama Linda. Unsur Indonesia kental dalam gim ini, seperti munculnya hantu-hantu kuntilanak dan pocong. Desain lingkungannya pun mengenalkan unsur Indonesia seperti perabotan rumah dari buatan pengrajin Indonesia.

Imron mengatakan gim merupakan salah satu sarana informasi budaya. Dari berbagai gim yang pernah dia mainkan dia mendapatkan beragam informasi budaya seperti kehidupan bangsa Viking, Ninja dan hal lainnya. “Kami ingin membuat sesuatu untuk memperkenalkan secuil dari bagian kecil Indonesia, salah satunya ya lewat horor karena unik,” kata dia.

Imron dkk memilih menggarap Dreadout dalam platform video game PC (personal computer). Hingga kini, Imron belum tertarik untuk mengembangkan platform mobile. Alasannya, terlalu banyak pesaing para pembuat gim mobile, terutama dari Tiongkok. “Setiap harinya ada 1.000 produk baru gim versi mobile. Kami tak sanggup melawan arus itu,” kata dia.

Inovasi dan kreativitas Digital Happiness tak hanya menghasilkan pundi-pundi uang namun juga pengakuan dari dunia internasional. DreadOut menjadi nominator VR Games terbaik di ajang SXSW Austin Gaming Awards 2017. Digital Happiness juga masuk dalam daftar 20 Rising Global Stars Awards versi Forbes Indonesia 2016, dan finalis Wonder Show Night di Tokyo Game Show Nikkei Jepang 2014.

Halaman:
Reporter: Ratri Kartika W.
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...