Baasyir Tolak Dua Syarat Kebebasan: Setia Pancasila dan Akui Kesalahan

Ameidyo Daud Nasution
21 Januari 2019, 17:36
Abu Bakar Baasyir
ANTARA FOTO/RENO ESNIR
Terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir tiba di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.

Rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir terkendala dua persyaratan yang belum disetujui oleh terpidana kasus terorisme tersebut. Kedua prasyarat yang dimaksud adalah pernyataan untuk setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila, serta mengakui dan menyesali tindakan pidana yang dilakukan.

Ketua Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta mengatakan, soal setia pada Pancasila dan NKRI, Baasyir beralasan belum ada argumentasi yang memuaskan mantan pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki tersebut. Penasihat hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, sempat membujuk Baasyir dengan mengatakan Islam dan Pancasila tidak bertentangan. Namun, Baasyir tetap berkukuh dengan pendapatnya.

Sedangkan untuk poin penyesalan, Baasyir tidak mau mengakuinya. "Biarpun beliau dipenjara, namun tidak mau mengakui pidana," kata Mahendradatta saat konferensi pers di Jakarta, Senin (21/1).

Padahal, kedua hal tersebut menjadi kunci agar Baasyir bisa menghirup udara bebas. Oleh sebab itu, Mahendradatta berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat memberikan kebijakan untuk membebaskan pria 81 tahun tersebut tanpa persyaratan seperti itu. Apalagi, Jokowi sebagai presiden dinilai dapat mengambil keputusan tersebut tanpa harus menunggu perubahan aturan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (MenkumHAM). Meski demikian, para pengacara mengungkapkan bahwa pria yang telah ditahan sejak 2011 tersebut menolak pemberian grasi.

Seperti diketahui, kedua persyaratan untuk pembebasan terpidana kasus terorisme itu merupakan turunan dari Pasal 14K Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Adapun pengaturan detail syarat yang perlu diteken tertuang dalam peraturan teknis Kementerian Hukum dan HAM.

Pengacara Baasyir, Achmad Michdan mengatakan, sudah sejak lama pengacara meminta pembebasan bersyarat bagi Baasyir. Namun lantaran ada syarat bagi terpidana kasus terorisme yang tidak dapat dipenuhi Baasyir maka hal tersebut urung terealisasi. "Hal ini yang dicoba diambil alih Presiden dan Pak Yusril," kata Michdan.

(Baca: Bebaskan Abu Bakar Baasyir, Jokowi: Pertimbangannya Sejak Awal 2018)

Menurut Michdan dan Mahendradatta, melewati prasyarat dalam pembebasan Baasyir tidak melanggar aturan. Michdan bahkan merujuk pada kasus Budiman Sudjatmiko yang dibebaskan Presiden Abdurrahman Wahid pada 1999 meski divonis penjara 13 tahun sejak 1996.

"Berdasarkan (penjelasan) Pak Yusril bukan pembebasan murni, tapi syarat ditiadakan," kata Michdan. Meski demikian, saat itu Budiman diberikan amnesti oleh presiden.

Para pengacara juga menyebut dari pembicaraan dengan Yusril dan Baasyir akhir pekan lalu, pembebasan dapat dilakukan paling tidak selama 3 atau lima hari. Dalam hal ini paling cepat hari Minggu (27/1) mendatang Baasyir dapat menghirup udara bebas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, saat ini Menkumham Yasonna Laoly dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polkam) Wiranto tengah menghadap Jokowi di Istana Bogor. Namun, belum diketahui apakah masalah pembebasan Baasyir termasuk dalam agenda yang dibahas dalam pertemuan tersebut.

Baasyir ditangkap pada 2010 atas dugaan penggalangan dana bagi kelompok teroris di Jantho, Aceh. Sedangkan vonis penjara 15 tahun dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setahun setelahnya. Baasyir telah menjalani hukuman selama 9 tahun.

(Baca: Di Debat Pilpres, Jokowi dan Prabowo Sepakat soal Deradikalisasi)

Reporter: Ameidyo Daud Nasution

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...