Prabowo Janji Tak Akan Impor, Faisal Basri: Tidak Masuk Akal
Tak hanya Faisal Basri yang mengkritik Prabowo. Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengungkapkan hal senada. Menurut Bhima, bila tak ada impor justru merupakan kemunduran. Baginya, ujaran tersebut keluar tanpa memahami basis data dan analisa ekonomi.
(Baca juga: Dua Pengusaha Muda Perkuat Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin)
Menurut Bhima, tak ada negara di dunia yang meniadakan impor. Mendatangkan barang dari negara lain penting untuk diolah sebagai barang industri dengan nilai tambah tinggi sehingga membuat perdagangan surplus.
Bhima mencontohkan Cina. Raksasa perdagangan dunia dengan ekspor senilai US$ 226,5 miliar itu saja masih berbelanja ke luar negeri. Nilai impor Tiongkok mencapai US$ 195 miliar per September 2018. “Negara sosialis sekalipun seperti Kuba, Venezuela pasti mengimpor barang yang tidak diproduksi di dalam negeri atau ongkos produksinya mahal,” kata Bhima.
Justru, Bhima menilai ditiadakannya impor dapat menyebabkan sentimen negatif dari pelaku usaha baik dalam dan luar negeri. Hal tersebut berbahaya bagi perekonomian Indonesia. (Baca pula: Perbandingan Visi Misi Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi)
Karenanya, Bhima menyarankan Prabowo untuk lebih hati-hati dalam membuat janji kampanye. Lebih baik, lanjut Bhima, Prabowo menjanjikan untuk mengurangi impor di Indonesia. “Jangan sampai hanya mengejar elektabilitas jangka pendek, lalu buat harapan yang secara ekonomi tidak make sense,” kata Bhima.