Boediono Akui Usulan Hapus Utang Obligor BLBI Dibahas di Rapat Kabinet

Dimas Jarot Bayu
19 Juli 2018, 13:54
Mantan Wakil Presiden Boediono
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Mantan Wakil Presiden Boediono memberikan keterangan saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/7/2018).

Meski demikian, BPPN selanjutnya membawa usulan penghapusbukuan tersebut melalui ringkasan eksekutif ke rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) keesokan harinya.

Dalam rapat KKSK, kata Boediono, usulan Syafruddin tak terlalu banyak dibahas karena sudah dibawa ke Sidang Kabinet Terbatas. Usulan tersebut pun disetujui oleh anggota KKSK melalui Keputusan No. KEP. 02/K.KKSK/02/2004 pada 13 Februari 2004.

Keputusan itu menyetujui nilai utang masing-masing petambak plasma ditetapkan setinggi-tingginya sebesar Rp 100 juta. Dengan penetapan nilai utang maksimal tersebut, maka sebagian utang pokok dihapuskan secara proporsional sesuai beban utang masing-masing petambak plasma. Selain itu, seluruh tunggakan bunga serta denda dihapuskan.

Keputusan KKSK sebelumnya yang memerintahkan porsi utang unsustainable ditagihkan ke pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan dialihkan ke PT DCD pun dinyatakan tidak berlaku. Ini mengakibatkan hilangnya hak tagih negara melalui BPPN kepada Sjamsul.

Boediono mengatakan, anggota KKSK termasuk dirinya menyetujui usulan tersebut karena percaya pada masukan BPPN dan Sekretariat KKSK terkait penghapusbukuan utang petambak. "Sekali lagi kami mengandalkan kepada mereka (BPPN dan Sekretariat KKSK). Saya mengandalkan sistem yang berlaku," kata dia.

(Baca juga: Syafruddin Temenggung Minta Sjamsul Nursalim Jadi Saksi Kasus BLBI)

JPU KPK mendakwa Syafruddin merugikan negara sebesar Rp 4,58 triliun dalam kasus korupsi penerbitan surat keterangan lunas utang BLBI. Syafruddin dianggap telah memperkaya Sjamsul dalam kasus tersebut sebesar RP 4,58 triliun.

Syafruddin diduga bersama-sama Dorodjatun, Sjamsul beserta istrinya Itjih S Nursalim telah atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum. Syafruddin diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT DCD dan PT WM.

Selain itu, dia dianggap telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham kepada Sjamsul.

"Meskipun Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak untuk diserahkan kepada BPPN seolah-olah sebagai piutang yang lancar," kata JPU KPK Haerudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/5).

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...