Dakwaan Setnov Ungkap Aliran Dana e-KTP & Keterlibatan Anggota DPR

Dimas Jarot Bayu
13 Desember 2017, 20:27
Setya Novanto
ANTARA FOTO/Wahyu Putro
Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto (kiri) berbicara dengan penasehat hukumnya pada sidang perdana di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).

"Untuk itu Andi bersedia memberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR RI guna memperlancar pembahasan anggaran," kata Irene.

Pada Mei-Juni 2010, Andi menghadiri rapat bersama Direktur PT Java Trade Utama Johannes Richard Tanjaya dan dan Husni Fahrmi selaku Ketua Tim Teknis yang diadakan oleh Irman di Hotel Sultan. Dalam pertemuan itu Irman meminta Johannes membantu membuat Andi sebagai pihak prinsipal dan mempersiapkan desain proyek e-KTP.

(Baca juga: Berulangkali Jawab Tidak Tahu, Setnov Ditegur Hakim di Sidang e-KTP)

Untuk menindaklanjuti hasil pertemuan itu, Andi menyampaikan akan diadakan pertemuan di rukonya yang beralamat di Graha Mas Fatmawati Blok B No 33-35 Jakarta Selatan. Dalam pertemuan selama 10 bulan, dihasilkan standar operasional prosedur (SOP), struktur organisasi, dan spesifikasi teknis yang kemudian menjadi dasar penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

HPS tersebut disusun dan ditetapkan tanpa melalui survei berdasarkan ‎data harga pasar. Alhasil, terdapat kemahalan harga di dalamnya dengan jumlah Rp18.000,00 per keping KTP.

"Uang selisih kemahalan itulah yang akan diberikan kepada terdakwa dan anggota Komisi II DPR lainnya," kata JPU KPK Ahmad Burhanuddin.

Selain itu, pertemuan di Ruko Fatmawati juga menghasilkan perangkat penunjang, proses verifikasi AFIS, dan harga barang yang akan digunakan dalam pekerjaan Penerapan KTP Elektronik. Konfigurasi spesifikasi teknis dan daftar harga tersebut pada akhirnya dipakai Sugiharto sebagai bahan referensi dalam pembuatan Rencana Kerja dan syarat-syarat (RKS) dan HPS.

Andi bersama Tim Fatmawati juga bersepakat agar proses pelalangan diarahkan memenangkan salah satu dari tiga konsorsium yang akan dibentuk, yakni Konsorsium PNRI, Konsorsium Astragraphia, dan Konsorsium Murakabi.

Konsorsium Murakabi salah satunya diisi oleh PT Murakabi Sejahtera yang dipersiapkan Novanto dan Andi sebagai salah satu perusahaan pendamping proyek e-KTP. Murakabi dimiliki Novanto melalui keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, istrinya Deisti Astriani Tagor, dan anaknya Rheza Herwindo.

Kepemilikan itu dilakukan dengan cara Irvanto membeli saham PT Murakabi Sejahtera milik adik Andi, Vidi Gunawan sehingga dapat menggantikan posisi sebagai Direktur. Selanjutnya Deisti Astriani Tagor dan Rheza Herwindo membeli sebagian besar saham PT Mondialindo Graha Perdana yang merupakan holding dari PT Murakabi Sejatera.

Andi setelahnya melakukan pertemuan dengan Johannes Marliem, Mudji Rahmat Kurniawan, Vidi Gunawan, dan Irvanto bertempat di Cafe Pandor di Jalan Wijaya, Jakarta ‎Selatan. Pada pertemuan tersebut Andi menyampaikan informasi dari Irman bahwa baru ada Rp 1 triliun untuk proyek e-KTP tahun 2011-2012.

Padahal, kebutuhan proyek tersebut sebesar Rp 2.6 triliun. Irman pun meminta bantuan kepada Andi untuk menyampaikan hal itu kepada Novanto. Andi kemudian juga menyampaikan bahwa para calon peserta proyek e-KTP bersedia terlebih dahulu memberikan commitment fee sebesar 5% yang diminta oleh DPR RI. Novanto lalu menyetujuinya.

Menindaklanjuti commitment fee tersebut, pada akhir Desember 2011 Chairuman menelepon Irman untuk menagihnya. Irman pun menyampaikan hal tersebut kepada Andi, Paulus, Anang, dan Marliem.

Selanjutnya, keempatnya mengadakan pertemuan di apartemen Pacific Place milik Paulus dan menyepakati pemberian fee sebesar US$ 3,5 juta. Uang tersebut akan direalisasikan melalui Anang yang dananya diambil dari bagian pembayaran PT Quadra Solution kepada Marliem melalui perusahaan Biomorf Mauritius dan PT Biomorf Lone Indonesia. Kemudian, uang tersebut akan ditransfer ke rekening Made Oka Masagung di Singapura dan setelahnya diserahkan kepada Novanto.

Untuk itu Marliem akan mengirimkan beberapa invoice kepada Anang sebagai dasar untuk pengiriman uang. Sehingga seolah-olah pengiriman uang tersebut merupakan pembayaran PT Quadra solution kepada Biomorf Mauritius atau PT Biomorf Lone Indonesia. Selain itu Anang juga melakukan pertemuan dengan Marliem dan Sugiharto guna membahas jumlah fee yang akan diberikan kepada Novanto yang rencananya akan diberikan sejumlah Rp 100 miliar.

"Namun jika tidak memungkinkan hanya akan diberikan sejumlah Rp 70 miliar," kata JPU KPK Eva Yustisiana.

Atas perbuatannya, Novanto didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Halaman:
Editor: Yuliawati
    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...