Kematian Akibat Polusi Udara di Asia Tenggara Akan Naik Drastis

Maria Yuniar Ardhiati
16 Januari 2017, 17:02
Tambang Batu Bara
Donang Wahyu | KATADATA
Batu Bara Donang Wahyu | KATADATA

Pada 2050, pemerintah Indonesia mentargetkan energi baru dan terbarukan berkontribusi setidaknya 31 persen. Minyak bumi diharapkan berkontribusi hanya kurang dari 20 persen, batu bara minimal 25 persen, serta gas bumi sekurang-kurangnya 24 persen.

Emisi dari batu bara di Asia Tenggara diperkirakan naik hingga tiga kali lipat di tahun 2030, dengan kontribusi terbesar dari Indonesia dan Vietnam. Di sisi lain, negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Jepang juga menambah jumlah pembangkit listrik tenaga batu bara mereka.

Sejumlah analis menilai kerusakan yang ditimbulkan dua Indonesia dan Vietnam ini tidaklah besar. Di India, jumlah korban meninggal akibat pembangkit listrik tenaga batu bara setiap tahunnya mencapai 100 ribu jiwa. "Tidak adil jika Indonesia ditempatkan sebagai contoh buruk, jika dibandingkan Amerika Serikat, Cina, dan India," ujar juru bicara International Energy Agency (IEA).

Ia mengungkapkan, setiap negara harus mengembangkan seluruh potensi yang ada untuk memanfaatkan energi rendah karbon. Di sisi lain, minimnya energi juga menjadi isu penting bagi banyak negara.

"Cina sudah menjadi pemimpin dunia di bidang pengembangan listrik dari energi terbarukan," ujar Peneliti polusi udara dari Greenpeace, Lauri Myllyvirta. Sejak 2013, Cina memanfaatkan energi bersih untuk memenuhi kebutuhan listrik negaranya.

Sementara itu, India senantiasa berupaya untuk memenuhi targetnya di sektor energi terbarukan. Myllyvirta pun berharap polusi udara tidak mencapai pada kondisi yang mengerikan.

Harga yang murah dan pasokan yang melimpah membuat negara-negara seperti Vietnam dan Indonesia masih menggunakan bahan bakar fosil ini. Padahal sudah jelas dampaknya cukup buruk terhadap kualitas udara. (Databoks: Target Produksi Batu Bara 2017 Hanya 413 Juta Ton)

Para analis IEA menilai pemerintah perlu memberi insentif bagi rencana pengembangan sektor energi dalam jangka panjang. Hal ini dianggap mampu membantu negara-negara Asia Tenggara mengutamakan pemanfaatan teknologi dengan energi terbarukan, dibandingkan batu bara.

"Untuk mencapai biaya yang kompetitif, industri energi terbarukan harus mencapai skala tertentu," ujar Myllyvirta. Ia menyatakan hasil penelitian Harvard dan Greenpeace tersebut menunjukkan sebagian besar negara belum memanfaatkan energi terbarukan dengan maksimal.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...