Sempat Cetak Rekor, Tren Kenaikan Harga Minyak Sulit Berlanjut

Maria Yuniar Ardhiati
4 Mei 2016, 13:43
Unit pengolahan gas alam cair Blok Tangguh
Katadata

Namun, sebagian kalangan meragukan kurangnya pasokan bakal terus mengerek harga minyak dalam jangka pendek dan menengah. Seperti dikutip dari Bloomberg, analis minyak di Societe Generale SA di New York, Michael Wittner, menyatakan kenaikan harga minyak WTI bulan depan akan terbatas di rentang US$ 45 hingga US$ 50 per barel.

(Baca: Banjiri Pasar Dunia, Ekspor Minyak Irak Nyaris Pecahkan Rekor)

Penyebabnya, analis dari Energy Aspect, Richard Mallinson, seperti dikutip Reuters, Selasa (3/5), menyatakan persediaan minyak dunia masih berlimpah sehingga harga minyak tetap akan tertekan. Selain itu, Kepala Analis CMC Markets di Sydney, Ric Spooner, mengingatkan risiko penguatan harga minyak ini. “Semakin tinggi harganya akan mendorong rentannya persediaan,” ujarnya.

Salah satu penyebab belum terserapnya produksi minyak dunia adalah pertumbuhan ekonomi di pasar negara-negara berkembang masih melambat. Produksi minyak mentah diperkirakan terus melampaui permintaan pasar dan belum akan mencapai titik keseimbangan hingga pertengahan tahun depan. Pada saat itulah, persediaan minyak mentah dunia akan sangat tinggi.

Produksi negara pengekspor minyak terbesar di OPEC yaitu Arab Saudi, menyentuh 10,15 juta barel per hari pada April lalu. Sejumlah sumber menyebut negara ini kemungkinan bisa menembus rekor penjualan 10,5 juta barel minyak per hari dalam beberapa pekan mendatang. (Baca: Pasokan Menyusut, Harga Minyak Indonesia Maret Naik 18 Persen)

Hasil minyak Iran juga ikut berkontribusi terhadap penguatan Timur Tengah, setelah sanksi terhadap negara tersebut dicabut pada Januari lalu. Negara penghasil minyak ini sudah menggenjot ekspornya hingga 2 juta barel per hari dari 1 juta barel per hari di awal tahun ini. Penjualan melambung tinggi, terutama untuk Korea Selatan.

Di sisi lain, kebangkitan harga minyak dalam beberapa bulan terakhir ini mendorong beberapa perusahaan migas untuk menambah produksinya. Hess Corp, yang beroperasi di daerah North Dakota, AS, misalnya, telah mengatakan akan meningkatkan aktivitas produksinya bila harga minyak naik sampai US$ 60 per barel. Adapun Pioneer Natural Resources Co, produsen minyak serpih di Texas, menyebut akan menambah rig pengeboran kalau harga minyak sudah bangkit ke level US$ 50 per barel.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...