Pemerintah Akan Impor Gas dari Papua Nugini

Yura Syahrul
12 Februari 2016, 11:02
migas
KATADATA

KATADATA - Setelah menjadi importir minyak, dalam waktu dekat Indonesia juga akan membeli gas dari luar negeri. Pemerintah saat ini menjajaki rencana mengimpor gas dari Papua Nugini sebagai wujud kerjasama perbatasan di antara dua negara.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, impor gas dari Papua Nugini memang merupakan salah satu bentuk kerjasama eksplorasi di perbatasan yang tengah dijajaki pemerintah. Pasalnya, Papua Nugini memiliki ladang gas di sekitar perbatasannya dengan Indonesia.

Gas yang dihasilkan Papua Nugini tersebut nantinya akan dipasok ke wilayah perbatasan Indonesia. Menurut Wiratmaja, gas itu nantinya bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk pabrik pupuk di Merauke, Papua. Pabrik pupuk ini untuk menopang program pemerintah di sektor pertanian. "Pemerintah akan bangun pertanian luas di Merauke. Jadi kami bisa beli gas dan bikin pabrik pupuk Merauke," katanya di Nusa Dua, Bali, Kamis malam (11/2).

(Baca: Pelaku Industri Keluhkan Lambannya Regulasi Penurunan Harga Gas)

Untuk mewujudkan rencana tersebut, pemerintah terus berdiskusi dengan Papua Nugini. Beberapa hal yang dibahas adalah harga dan kuota gas yang akan diimpor. Meski belum ada kesepakatan mengenai kuota, Wiratmaja menghitung kebutuhan gas untuk memasok pabrik pupuk biasanya sebesar 150 juta kaki kubik.

Ia mengakui, saat ini ketersediaan gas di Indonesia memang masih surplus dan bisa diekspor. Namun, pada 2020 nanti neraca gas Indonesia akan mengalami defisit. Hal inilah yang mendorong pemerintah melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Meski defisit neraca gas baru terjadi empat tahun lagi, Wiratmaja enggan menyebutkan waktu pelaksanaan impor gas dari Papua Nugini. "Masih didiskusikan.”

(Baca: Pemerintah Susun Formula Harga Gas Dikaitkan Harga Minyak)

Berdasarkan buku Neraca Gas Bumi Indonesia 2015-2030 yang diluncurkan Kementerian ESDM tahun lalu, Indonesia mulai 2019 akan mengimpor 1.777 juta kaki kubik gas per hari (mmscfd). Jumlahnya bakal terus meningkat hingga 3.267 mmscfd pada 2030 mendatang. Salah satu dasar perhitungan peningkatan kebutuhan gas tersebut adalah pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, ekspor gas bumi akan menurun seiring peningkatan kebutuhan domestik dan turunnya produksi gas.

Selain mengimpor gas, pemerintah Papua Nugini dan Indonesia juga menjalin kerjasama yang lain. Salah satunya adalah transfer teknologi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Papua Nugini nantinya bisa belajar mengelola gas alam cair (LNG) dari Indonesia karena memiliki pengalaman dan pusat operasi LNG di kilang Bontang, Kalimantan Timur. "Jadi kawan-kawan dari Papua Nugini bisa diberikan pendidikan di Bontang," ujar Wiratmaja.

Pemerintah Papua Nugini juga akan menginvestasikan dana untuk membangun pembangkit listrik tenaga air. Kapasitasnya sekitar 1.400 Megawatt. Namun, Wiratmaja belum bisa menyebutkan besaran investasi dan lokasi pembangunan pembangkit listrik tersebut.

Yang jelas, kerjasama itu sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan. Pemerintah menargetkan penggunaan energi baru dan terbarukan mencapai 23 persen dari total penggunaan energi di dalam negeri pada 2025. Meskipun harga minyak dunia saat ini masih rendah, pemerintah yakin target tersebut bakal tercapai.

Dengan harga minyak murah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said  menegaskan, pemerintah tidak ingin terjebak pada energi fosil karena sangat berisiko. Pasalnya, energi fosil suatu saat nanti pasti akan habis.

Reporter: Arnold Sirait
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...