Dugaan Mafia Migas, Empat Manajer Petral Dinonaktifkan

Muchamad Nafi
23 November 2015, 19:54
Pertamina
Arief Kamaludin|KATADATA

Audit yang dilakukan oleh KordaMentha memperlihatkan anomali dari aspek kebijakan Pertamina Energy Service, anak usaha Petral. Ada juga kebocoran informasi rahasia dan pengaruh pihak eksternal. Bahkan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said pernah menyebut ada transaksi mencurigakan senilai US$ 18 miliar (sekitar Rp 240 triliun) dalam tiga tahun sejak 2012.

Meski demikian, Dwi Soetjipto membantah adanya transaksi mencurigakan tersebut. “Tidak ada dalam laporan audit,” kata dia kepada Katadata. Hanya, Dwi membenarkan audit forensik menemukan pengaruh pihak eksternal dalam proses bisnis Petral. Di titik ini, auditor tidak mampu menyebutkan secara spesifik apakah keterlibatan pihak eksternal bisa dikatakan mafia atau tidak. 

Direktur Utama Pertamina, Dwi Sucipto
Direktur Utama Pertamina, Dwi Sucipto
(Arief Kamaludin|KATADATA)

Menurutnya, hasil audit pun tidak menyebutkan keterlibatan direksi lama. Tidak ada komunikasi secara langsung antara direksi dengan pihak ketiga tersebut. Untuk mengembangkan kasus ini lebih jauh, Dwi Soetjipto telah menyerahkan hasil audit ke Komisi Pemberantasan Korupsi. (Baca pula: Hasil Audit Petral Tidak Ada Korupsi, Ini Reaksi Sudirman Said).

Sebelumnya, dalam materi presentasi Dwi Soetjipto soal hasil audit Petral pada dua pekan lalu, yang salinannya dimiliki Katadata, menunjukkan KordaMentha tidak menemukan bukti atau informasi korupsi maupun suap yang diterima oleh para karyawan Petral. Kesimpulan itu berdasarkan hasil peninjauan dokumentasi, data elektronik, wawancara, dan lain-lain. Dalam memeriksa, para auditor terkendala kewenangan untuk membuka data-data rekening dan aset para karyawan Petral.

Hasil audit Petral dari Januari 2012 hingga Mei 2015 hanya menemukan penyimpangan dalam proses operasional perusahaan. Masalah itu berhulu dari perubahan kebijakan pimpinan Pertamina pada 2012, yaitu pembelian minyak mentah dan produk minyak secara langsung dari perusahaan migas nasional (NOC) dan pemilik kilang. Kebijakan itu menimbulkan potensi inefisiensi dari sisi nilai dan volume. “Potensi inefisiensi terjadi karena penambahan rantai suplai sehingga harga menjadi lebih mahal,” kata Dwi dalam materi presentasi tersebut.

Halaman:
Reporter: Anggita Rezki Amelia
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...