Salah Isi Formulir, KKKS Tanggung Mahalnya PBB Migas

Aria W. Yudhistira
7 September 2015, 10:51
Katadata
KATADATA
Kepala Humas SKK Migas Elan Biantoro.

KATADATA ? Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan banyak kontraktor minyak dan gas bumi (migas) yang salah dalam mengisi formulir pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk pertambangan migas pada tahap eksplorasi.

Kepala Humas SKK Migas Elan Biantoro mengatakan, kesalahan tersebut berujung pada besarnya kewajiban pembayaran pajak dalam kegiatan eksplorasi, sehingga menimbulkan kerugian bagi kontraktor migas.

Kesalahan pengisian formulir tersebut terutama dilakukan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) yang beroperasi di lepas pantai (offshore). Terutama dalam mengisi luasan areal kerja sesuai dengan wilayah kerja blok tersebut. Padahal objek pajaknya hanya lokasi pengeboran yang paling besar hanya 1 hektare (ha).

?Mereka (KKKS) menulis areal kerjanya di PBB 5.000 hektare,? kata Elan di Hotel Aston Bogor akhir pekan lalu.

Beberapa KKKS yang terkena dampak dari kesalahan pengisian formulir ini adalah BP di Blok West Aru I dan II, serta Niko Resources. ?Mayoritas offshore lah yang kena,? ujar dia.

Kendati demikian, Elan membantah jika persoalan PBB tersebut menjadi pangkal hengkangnya beberapa kontraktor besar. Dia menyebut hengkangnya kontraktor dapat dihubungkan dengan banyak faktor dan bukan tergantung dari besaran PBB. SKK Migas telah berbicara dengan Kementerian Keuangan dan Dirjen Pajak tentang masalah ini, namun sudah terlambat.

?Karena sudah menjadi target pemasukan mereka (Kementerian Keuangan),? kata Elan.

Sebelumnya perusahaan minyak dan gas (migas) asal Inggris, BP Indonesia menghentikan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi di Blok West Aru I dan II. Penghentian eksplorasi ini karena kontraktor tersebut keberatan dengan pungutan PBB yang ditagihkan Direktorat Jenderal Pajak untuk tahun pajak 2012 dan 2013.

BP Indonesia Head of Country Dharmawan Samsu mengatakan, faktor pajak menjadi salah satu alasan untuk mengembalikan ke dua blok tersebut kepada pemerintah. Pihaknya juga telah menyatakan keberatan kepada pemerintah mengenai pungutan PBB pada 2012 dan 2013 tersebut.

?Permasalahan PBB telah menjadi pertimbangan lain, sehingga kami memutuskan untuk tidak melanjutkan ke tahap eksplorasi selanjutnya,? kata dia.

Berdasarkan informasi yang dimiliki Katadata, terdapat 23 kontraktor migas yang terjerat kasus PBB senilai Rp 3,2 triliun. Iuran PBB ini ditagihkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk tahun 2012 dan 2013. Ke-23 KKKS tersebut keberatan dengan tagihan PBB, karena adanya ketidakjelasan aturan.

Pada Oktober 2013, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM pernah meminta KKKS mengajukan permohonan keberatan untuk merevisi SPPT 2012 dan 2013. Namun, seluruh permohonan KKKS ini ditolak oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus.

Upaya ini pun kemudian dilanjutkan dengan mengajukan permohonan pembatalan terhadap pajak tersebut ke pengadilan pajak. Permohonan ini sudah diajukan sekitar November dan Desember 2014. Masalahnya, untuk bisa mengajukan banding, KKKS harus membayar 50 persen tagihan pajak tersebut terlebih dahulu. Sementara KKKS tersebut mengaku tidak memiliki dana sebesar itu.

Asosiasi pengusaha migas Indonesia, Indonesia Petroleum Assosiation (IPA) menyebut KKKS yang masih dalam tahap eksplorasi tersebut dikenakan PBB dengan nilai yang tidak wajar. Nilai pajak yang ditetapkan Ditjen Pajak tersebut jauh melampaui nilai komitmen anggaran eksplorasi (firm commitment) tiap KKKS.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...